PAJAK MULTI INTERNATIONAL



PAJAK MULTI INTERNATIONAL

Sehubungan dengan pengertian pajak berganda (double taxation),  berdasarkan Knechtle dalam bukunya yang berjudul Basic Problems in Internasional Fiscal Law” (1979)   memberikan  pembahasan   secara   rinci   bahwa   pengertian   pajak   berganda dibedakan menjadi dua, yaitu:

Secara Luas, Pajak berganda adalah bentuk pembebanan pajak dan pungutan lainnya lebih dari satu kali, yang dapat berganda atau lebih atas suatu fakta fiskal.

Secara  Sempit,  Pajak  berganda  dianggap  terjadi  pada  semua  kasus  pemajakan beberapa kali terhadap suatu subjek dan atau objek pajak dalam satu administrasi pajak  yang  sama,  yang mengesampingkan  pembebanan  pajak  oleh  pemerintah daerah.

Selanjutnya,  pajak  berganda  sesuai  dengan  negara  (yurisdiksi)  pemungut  pajaknya, dapat dikelompokkan menjadi pajak berganda :
1.       Internal (domestic)
2.       Internasional
Dalam  kedua  kelompok  tersebut  terdapat  pajak  berganda  vertikal,  horizontal  dan diagonal (terutama dalam negara yang berbentuk federal).
Beberapa unsur Pajak Berganda Internasional (PBI), apabila pemajakan berganda (multiple) dilakukan oleh beberapa adminitrasi pajak (berdasarkan yurisdiksi pemajakan domestik tiap negara) maka teradapat pajak berganda Internasional (international double taxation). Secara teoretis dan normatif, istilah pajak berganda internasional meliputi beberapa unsur, antara lain:
1.       Pengenaan Pajak oleh beberapa otoritas pemajakan terhadap kriteria identitas.
2.       Identitas subjek pajak (Wajib Pajak yang sama)
3.       Identitas objek pajak (objek yang sama)
4.       Identitas masa pajak
5.       Identitas (kesamaan) pajak
Beberapa tipe Pajak Berganda Internasional ( PBI ):
1.       Faktual dan potensial
2.       Yuridis dan ekonomis
3.       Langsung dan tidak langsung
Beberapa bentuk pajak berganda internasional:
A.      Pajak Penjualan
Walaupun hanya ditujukan terhadap peredaran dan konsumsi domestik, terdapat kemungkinan bahwa pajak penjualan (peredaran dan pertambahan nilai) dapat menimbulkan P3B. Hal itu dapat terjadi apabila dalam prinsip pemajakan
negara pengekspor menganut prinsip Negara asal (origin principle, pemajakan oleh negara asal barang dan jasa), sedangkan negara pengimpor menganut prinsip negara tujuan (destination principle, pemajakan oleh negara tujuan sebagai pemanfaat barang dan jasa). Namun, karena pemajakan atas transfer barang dan jasa, hampir semua Negara pemungut pajak penjualan menganut prinsip negara tujuan, maka tidak akan terjadi PBI dalam pajak tidak langsung.
B.     Pajak Penghasilan
Dalam pemajakan ini, kita mengenal dua pendekatan kewajiban pajak, antara lain:
1.      Kewajiban  pajak  tidak  terbatas,  merupakan  resultat  dari  pemajakan berdasarkan pertalian subjektif yang dapat berupa nasionalitas atau tempat pendirian atau tempat kedudukan.
2.      Kewajiban pajak terbatas, merupakan resultat dari pemajakan berdasarkan pertalian objektif yang dapat berupa lokasi aktivitas ekonomi dan sumber penghasilan.
Sehubungan dengan pajak penghasilan, PBI dapat terjadi karena benturan antar klaim, yaitu:
·         Pemajakan tak terbatas
·         Pemajakan tak dengan terbatas
·         Pemajakan terbatas
Benturan antar klaim pemajakan tak terbatas dapat terjadi antar negara penganut prinsip :
·         Nasionalitas, pada umumnya terjadi terhadap orang pribadi yang berada di negara penganut tempat kelahiran dengan orang tua dari negara penganut keturunan.
·         Nasionalitas  dengan  residensi,  dapat  terjadi  baik  pada  wajib  pajak  orang pribadi maupun badan.
·          Residensi,  terjadi  pada  orang  pribadi  yang  mempunyai  tempat  tinggal  di negara  penganut  pemajakan  berdasarkan  asas  domisili  namun  ia  berada dalam waktu yang relatif substansial di negara penganut prinsip kehadiran substansial (lebih dari 183 hari).
Benturan tersebut terjadi apabila subjek pajak yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di negara penganut pemajakan global memperoleh penghasilan atau menjalankan aktivitas ekonomi juga memperoleh penghasilan dari negara penganut klaim pemajakan terbatas, maka akan timbul PBI sebagai akibat benturan klaim pemajakan terbatas. Ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan. Dalam ketentuan pemajakannya, UU PPh menganut pertalian subjektif dan objektif. Pertalian subjektif orang pribadi ditentukan berdasarkan :
a.       Tempat tinggal (di Indonesia)
b.      Kehadiran/ keberadaan (di Indonesia lebih dari 183 hari)
c.       Niat untuk bertempat tinggal di Indonesia
Pertalian subjektif badan ditentukan berdasarkan :
a.   Tempat pendirian
b.   Tempat kedudukan