Ada 5 metode penilaian investasi paling baik yang lazim digunakan oleh para analisis keuangan.
Suatu investasi dikatakan menguntungkan (profitable) bila investasi tersebut bisa membuat pemodal menjadi LEBIH KAYA.
Dengan kata lain, kemakmuran pemodal menjadi lebih besar setelah
melakukan investasi. Hal ini sesuai dengan tujuan memaksimumkan nilai
perusahaan.
Selengkapnya mari ikuti pembahasan berikut ini…
1. Metode Penilaian Profitabilitas Investasi
Ada
5 cara penilaian investasi yang dilakukan oleh perusahaan dalam aspek
investasi, tujuannya adalah untuk menilai apakah suatu investasi
menguntungkan atau tidak?
Apa saja itu? Mari ikuti pembahasan lengkapnya berikut ini…
A: Metode Penilaian Investasi 1: Net Present Value (NPV)
Perhatikan contoh sederhana penilaian investasi dengan NPV berikut ini:
Misalkan kita saat ini membeli sebidang tanah dengan harga Rp 50 juta.
Setelah
selesai kita bayar, ada satu perusahaan menghubungi kita dan mengatakan
bahwa perusahaan tersebut bersedia membeli tanah tersebut TAHUN DEPAN
dengan harga Rp 60 juta.
Apakah dengan demikian kita bisa mengatakan bahwa kita memperoleh ‘LABA’ sebesar Rp 10 juta?
Jawabannya adalah TIDAK, karena kita perlu memperhatikan nilai waktu uang (sudah dibahas pada Time Value of Money)
Kalau kita akan menerima Rp 60 juta satu tahun yang akan datang, berapa nilai sekarang (present value) penerimaan tersebut?
Jika kita mempertimbangkan bahwa tingkat bunga yang relevan adalah 15%, maka presen value (disingkat PV) adalah:
PV = 60 (1 + 0,15)
= Rp 52,17 juta
Dengan
demikian selisih antara PV penerimaan dengan PV pengeluaran (disebut
sebagai net present value, dan disingkat NPV) adalah:
NPV = Rp 52,17 juta – Rp 50 juta = Rp 2,17 juta
NPV yang positif menunjukkan bahwa PV penerimaan LEBIH BESAR dari PV pengeluaran.
Oleh
karena itu NPV yang positif berarti investasi yang diharapkan akan
meningkatkan kekayaan pemodal. Oleh karenanya, investasi tersebut
dinilai menguntungkan.
Dengan demikian maka decision rule kita adalah:
“terima suatu usulan investasi yang diharapkan memberikan NPV yang positif, dan tolak kalau memberikan NPV yang negatif”
Bagaimana jika NPN=0?
Dalam prakteknya akan sangat sulit untuk memperoleh hasil seperti itu, tapi secara teoritis dimungkinkan.
Dalam
keadaan di mana NPV=0 kita harus mengingat apakah penentuan tingkat
bunga yang kita anggap relevan dalam perhitungan NPV telah
mempertimbangkan unsur risiko.
Jika sudah, maka sesuai dengan penjelasan dalam pengelolaan modal kerja, investasi tersebut juga seharusnya kita terima.
Dengan demikian perhitungan NPV memerlukan dua kegiatan penting, yaitu:
Menaksir arus kas
Menentukan tingkat bunga yang dipandang relevan.
1: Menaksir Arus Kas
Masalah dalam penaksiran arus kas bukan hanya menyangkut akurasi taksiran, tetapi juga perlu memahami arus kas yang relevan.
Per definisi karena taksiran menyangkut masa yang akan datang, maka selalu terbuka peluang untuk melakukan kesalahan .
Kesalahan mungkin tidak sengaja dilakukan, tapi mungkin juga sengaja dilakukan.
Sponsor yang sangat ingin sebuah proyek dilaksanakan, akan cenderung
memberikan taksiran yang terlalu optimis. Karena itulah diperlukan
evaluasi oleh bagian keuangan.
Tidak kalah pentingnya adalah
penaksiran arus kas yang dinilai relevan. Bagian keuangan sering
bertanggungjawab dalam masalah ini.
Untuk menaksir arus kas yang relevan perlu diperhatikan hal-hal berikut ini:
#1. Taksirlah arus kas atas dasar setelah pajak
Perhatikan bahwa yang dinikmati oleh pemilik perusahaan adalah kas masuk bersih setelah pajak.
#2. Taksirlah arus kas atas dasar incremental atau selisih
Rencana
peluncuran produk baru mungkin akan mengakibatkan pengurangan penjualan
produk lama (kanibalisme), lebih-lebih kalau produk-produk tersebut
ternyata mempunyai pasar yang sama.
Dengan demikian perlu diperhatikan pengurangan kas masuk dari produk lama akibat peluncuran produk baru.
#3. Taksiran arus kas yang timbul karena keputusan investasi
Arus kas karena keputusan pendanaan, seperti:
membayar bunga pinjaman,
mengangsur pokok pinjaman
pembayaran dividen
tidak perlu diperhatikan. Perhatian yang kita analisis adalah profiabilitas INVESTASI.
#4. Jangan memasukkan sunk cost.
Apa itu sunk cost?
Masih ingat pembahasan akuntansi biaya kan, bahwa pengertian sunk cost adalah biaya yang telah terjadi sehingga tidak akan berubah karena keputusan yang akan kita ambil.
Apa
yang telah terjadi tidak mungkin berubah karena keputusan yang kita
ambil. Hanya biaya yang berubah karena keputusan kitalah yang relevan
dalam analisis.
Seringkali untuk menaksir arus kas digunakan
taksiran laba rugi sesuai dengan prinsio akuntansi, dan kemudian
merubahnya menjadi taksiran atas dasar arus kas.
Perhatikan contoh berikut ini:
Tabel: Taksiran arus kas dengan memodifikasi laporan akuntansiSesuai
dengan prinsip akuntansi, laba bersih dilaporkan sebesar Rp 350 juta.
Sedangkan menurut arus kas, pada periode tersebut menghasilkan kas masuk
bersih sebesar Rp 850 juta.
Perhatikan bahwa kas masuk bersih = laba setelah pajak ditambah penyusutan.
Perhatikan pula bahwa dalam taksiran laba rugi
sama sekali tidak dimunculkan transaksi yang menyangkut keputusan
pendanaan, yaitu pembayaran bunga (kalau ada). Ini merupakan cara yang
benar.
Misalkna taksiran arus kas pada tabel di atas merupakan
taksiran arus kas dari proyek peluncuran produk baru. Sayangnya
peluncuran produk baru tersebut mengakibatkan PENURUNAN kas masuk bersih
dari produk lama sebesar Rp 150 juta.
Dengan demikian arus kas
yang relevan untuk proyek peluncuran produk baru tersebut adalah Rp 850
juta dikurangi Rp 150 juta, yaitu sebesar Rp 700 juta.
Misalkan untuk pengembangan produk baru tersebut telah dikeluarkan biaya riset dan pengembangan senilai Rp 10 M.
Seandainya
perusahaan akan memproduksikan produk baru tersebut, apakah biaya riset
dan pengembangan ini harus dimasukkan sebagai komponen inovasi?
Arus kas yang relevan dalam penilaian investasi adalah arus kas yang
terjadi bila investasi tersebut dilaksanakan dan tidak terjadi bila
tidak dilaksanakan.
Sebagai contoh:
Untuk pembuatan produk tersebut diperlukan mesin tertentu senilai Rp 30 M.
Arus
kas untuk membeli mesin ini RELEVAN dalam perhitungan karena arus kas
tersebut akan terjadi jika memutuskan untuk membuat produk baru tersebut
Dan tidak terjadi jika tidak membuat produk tersebut.
Sebaliknya
pengeluaran biaya untuk riset telah dilakukan, dan apapun keputusan kita
untuk melaksanakan atau tidak proyek tersebut TIDAK akan merubah arus
kas itu.
Oleh karena itu, arus kas ini tidak relevan dalam penilaian investasi.
Biaya
yang telah dikeluarkan tersebut sebagai sunk costs yang menunjukkan
bahwa kita tidak bisa merubahnya apapun keputusan kita. Karena itu TIDAK
RELEVAN!
♣
Perhatikan contoh numerikal berikut untuk investasi yang mempunyai usia ekonomis lebih dari satu tahun.
Misalkan perusahaan transportasi akan membuka divisi baru, yaitu divisi taksi.
Divisi
tersebut akan dimulai dengan 50 buah taksi, dan karena akan
dipergunakan untuk usaha taksi, mobil-mobil tersebut bisa dibeli denga
harga Rp 30 juta per unit.
Ditaksir usia ekonomis selama 4 tahun,
dengan nilai sisa sebesar Rp 4 juta. Untuk mempermudah analisis akan
digunakan metode penyusutan garis lurus.
Taksi tersebut akan dioperasikan selama 300 hari dalam satu tahun. Setiap hari pengemudi dikenakan setoran Rp 50.000.
Berbagai biaya yang bersifat tunai, seperti penggantian ban, kopling,
rem, penggantian oli, biaya perpanjangan STNK di taksir sebesar Rp
3.000.000.
Berapa NPV usaha tersebut, jika perusahaan sudah terkena tarif pajak penghasilan sebesar 35%?
Perhatikan penyelesaian contoh soal tersebut step-by-step:
Tabel: Taksiran Laba Rugi per tahun divisi taksi (50 unit)Penyusutan aktiva tetap per tahun dihitung sebagai berikut:
Penyusutan per tahun = ( Harga Perolehan – Nilai Sisa ) : Usia Ekonomis
Dengan demikian, penyusutan per tahun adalah sebagai berikut:
= (Rp 1.500.000.000 – Rp 200.000.000 ) : 4
= Rp 325.000.000
Sedangkan
taksiran kas masuk bersih operasi (operational net cash inflow) atau
secara umum disebut sebagai operating cash flow per tahun adalah:
= Rp 178,75 + Rp 325
= Rp 503.75 juta
Di samping itu, pada tahun ke-4 diperkirakan akan terjadi kas masuk karena nilai sisa sebesar:
= 50 x Rp 4 juta
= Rp 200 juta.
Karena itu, arus kas investasi tersebut diharapkan akan seperti berikut ini:
Tabel: Arus kas dari rencana investasi divisi taksi (50 unit)Misalkan tingkat bunga yang relevan adalah 16% per tahun, maka perhitungan NPV bisa dinyatakan sebagai berikut:
NPV:
= -1.500 + 1.409,58 + 110.45
= -1.500 + 1.520,03
= + Rp 20,03 juta
Karena investasi tersebut diharapkan memberikan NPV positif, maka investasi tersebut DITERIMA.
B: Metode Penilaian Investasi 2. Average Rate of Return (ARR)
Metode penilaian investasi ARR (average rate of return) ini menggunakan angka keuntungan menurut akuntansi, dan dibandingkan dengan rata-rata nilai investasi.
Perhatikan contoh soal dan jawaban average rate of return berikut ini:
Dengan menggunakan contoh yang sama, yaitu usaha divisi taksi, maka perhitungannya adalah sebagai berikut:
Tabel: Perhitungan average rate of return investasi taksiNilai
investasi akhir pada setiap tahunnya berkurang sebesar penyusutan.
Sedangkan nilai rata-rata investasi merupakan penjumlahan investasi awal
plus akhir dibagi dua.
Perhitungan rata-rata rate of return ditempuh dengan cara membagi rata-rata laba setelah pajak dengan rata-rata investasi.
Dengan kata lain, average rate of return:
= (Rata-rata laba setelah pajak x Rata-rata investasi ) X 100%
= ( 503,75 : 850 ) x 100%
= 59,26% Mengapa angka yang dihasilkan berbeda?
Hal
tersebut disebabkan karena pengaruh magnitude dari pembagi yang
berbeda. Disamping kelemahan dalam bentuk hasil perhitungan yang bisa
berbeda kalau digunakan angka rata-rata dan dihitung setiap tahun.
Kelemahan mendasar dari metode average rate of return adalah:
Bagaimana menentukan tingkat keuntungan (rate of return) yang dianggap layak
Metode ini menggunakan konsep laba akuntansi dan bukan arus kas
Mengabaikan nilai waktu uang.
Metode ini menyatakan bahwa semakin tinggi average rate of return, semakin menarik sebuah investasi.
Berapa batasan dikatakan sebuah investasi itu menarik?
Secara konsepsional belum ada cara untuk menentukannya.
Berlainan dengan penentuan tingkat bunga yang layak dalam perhitungan NPV, terdapat model yang secara konsepsional dapat dipergunakan untuk menentukan batas (cut-off) nilai tersebut.
Kelemahan metode average rate of return juga tampak dalam masalah pemilihan usulan investasi.
Sebagai contoh:
Misalkan terdapat usulan investasi lain, sebut saja sebagai usulan investasi B yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:
Tabel: Perhitungan average rate of return investasi BBaik investasi divisi taksi maupun investasi B, diharapkan memberikan average rate of return yang sama, yaitu 59,26%.
Meskipun
demikian kita melihat bahwa investasi usaha taksi diharapkan memberikan
keuntungan yang lebih besar pada tahun 1, yaitu Rp 503,76 dibandingkan
dengan hanya Rp 303,75.
Dan lebih kecil pada tahun ke-4, meskipun jumlahnya sama.
Jika kita perhatikan nilai waktu uang, maka usulan investasi divisi taksi akan lebih menarik dari usulan investasi B.
C: Metode Penilaian Investasi #3. Payback Period
Metode penilain investasi payback period adalah
metode untuk menghitung berapa cepat investasi yang dilakukan bisa
kembali. Oleh karena itu hasil perhitungannya dinyatakan dalam satuan
waktu, yaitu tahun atau bulan.
Perhatikan contoh soal dan jawaban payback period berikut ini:
Jika
kita gunakan contoh usaha divisi taksi di atas, maka kita memperkirakan
bahwa investasi yang dikeluarkan sebesar Rp 1.500.000.000 pada tahun 0.
Diharapkan
akan memberikan kas masuk bersih sebesar Rp 503.750.000 pada tahun 1
sampai 4, ditambah Rp 200.000.000 pada tahu ke-4.
Dengan demikian sebelum tahun ke-3, investasi sebesar Rp 1.500.000.000 diharapkan sudah bisa kembali.
Perhitungan payback period rumus secara rincinya adalah sebagai berikut:
Selama dua tahun dana diharapkan sudah kembali sebesar:
= 2 x Rp 503.750.000 = Rp 1.007.500.000
Dengan demikian sisanya tinggal:
= Rp 1.500.000.000 – Rp 1.007.500.000
= Rp 492.500.000
Karena
pada tahun ke-3 diharapkan investasi tersebut menghasilkan Rp
503.750.000, maka kekurangan sebesar Rp 492.500.000 diharapkan akan
kembali dalam waktu:
= (492,5 : 503,75) x 12 = 11,73 bulan
Dengan demikian periode payback-nya:
= 2 tahun 11,73 bulan Semakin pendek periode payback, maka semakin menarik investasi tersebut.
Masalahnya, sekali lagi, berapa periode payback minimal?
Secara konsepsional, sayangnya masih belum bisa dirumuskan.
Kelemahan lain dari periode payback adalah:
Tidak memperhatikan nilai waktu uang
Mengabaikan arus kas setelah periode payback
Untuk
mengatasi kelemahan karena mengabaikan nilai waktu uang, maka metode
penghitungan payback period dicoba diperbaiki dengan mem-present-value-kan arus kas, dan dihitung periode payback-nya.
Cara ini disebut sebagai discounted payback period.
Dengan
menggunakan contoh yang sama, maka perhitungan discounted payback
period. Dengan r=16% akan nampak sebagaimana disajikan pada tabel
berikut ini:
Tabel: Perhitungan discounted payback periodDengan cara yang sama seperti sewaktu kita menghitung payback period, maka discounted payback-nya didapatkan 3 tahun 11,4 bulan.
D: Metode Penilaian Investasi 4. Internal Rate of Return (IRR)
Pengertian
metode penilaian investasi IRR adalah tingkat bunga yang menyamakan PV
pengeluaran (kas keluar) dengan PV penerimaan (kas masuk).
Perhatikan contoh soal metode penilaian investasi IRR berikut ini:
Masih
menggunakan contoh usaha divisi taksi di atas, maka kita dapat
menghitung rencana investasi yang menguntungkan sebagai berikut:
Dengan trial dan error dan interpolasi, kita akan dapatkan:
Tabel: metode penilaian investasi irrYang
kita inginkan adalah agar sisi kanan persamaan = Rp 1.500.000.000. Jika
kita selisihkan dengan i = 16% dengan PV = Rp 1.520.030.000 maka
perbedaan Rp 20.030.000 adalah ekuivalen dengan:
= (20,03 : 34,40) x 1% = 0,62%
Karena itu i = 16% + 0,62% = 16,62%
Decision rule metode ini adalah ‘terima investasi yang diharapkan memberikan IRR LEBIH BESAR sama dengan tingkat bunga yang dipandang layak’.
Jika kita gunakan tingkat bunga yang dipandang layak = 16%, maka rencana investasi tersebut dinilai menguntungkan (karena i > r).
E: Metode Penilaian Investasi 5. Profitability Index
Profitability index menunjukkan perbandingan antara PV kas masuk dengan PV kas keluar. Dinyatakan dalam rumus sebagai berikut:
Profitability index = PV kas masuk : PV kas keluar
Untuk contoh investasi yang sama, profitability index (disingkat PI) bisa dihitung sebagai berikut:
PI = 1.520,03 : 1.500 = 1.013
Perhatikan, dalam perhitungan PI kita harus menentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dipandang layak (=r) .
Di sini kita menggunakan r = 16%
Decision rule kita adalah ‘terima investasi yang diharapkan memberikan PI LEBIH BESAR sama dengan 1,0’
02. Mana Metode Penilaian Investasi Paling Baik?
Dua
metode yang kedua dan ketiga, yaitu average rate of return dan payback
period, mempunyai kelemahan yang sama, yaitu mengabaikan nilai waktu
uang.
Padahal, kita mengetahui bahwa uang mempunyai nilai waktu uang.
Dua metode yang terakhir, yaitu IRR dan PI, mempunyai persamaan yaitu memperhatikan nilai waktu uang dan menggunakan dasar kas.
Meskipun demikian kita akan melihat adanya beberapa kelemahan metode-metode tersebut.
A: Kelemahan Metode IRR
Paling tidak ada 3 kelemahan cara penilaian investasi dengan menggunakan metode IRR, yaitu:
Kelemahan #1:
Tingkat Bunga (i) yang dihitung akan merupakan angka yang sama untuk setiap tahun usia ekonomis.
Perhatikan bahwa i = 16,62% berarti bahwa IRR₁ = IRR₂ = IRR₃ = IRR₄ = 16,62%.
Metode
IRR tidak memungkinkan menghitung IRR yang mungkin berbeda setiap
tahunnya. Padahal secara teoritis dimungkinkan terjadi tingkat bunga
yang berbeda setiap tahunnya.
Sebagai misal, bisa saja ditaksir
bahwa IRR₁ = 16%, IRR₂ = 15%, IRR₃ = 17%, IRR₄ = 13%. Dengan menggunakan
r yang berbeda setiap tahunnya, NPV tetap bisa dihitung, tetapi IRR
tidak mungkin dihitung.
Kelemahan #2:
Bisa diperoleh i yang lebih dari satu angka (multiple IRR).
Perhatikan contoh berikut ini:
Perhatikan bahwa terjadi dua kali pergantian tanda arus kasnya. Persoalan tersebut bisa dirumuskan sebagai berikut:
1,6 = 10 : (1 + i) – 10 : (1 + i)²
Jika kita hitung, kita akan memperoleh dua nilai i yang membuat sisi kiri persamaan sama dengan nilai sisi kanan persamaan. Nilai-nilai i adalah:
i₁ = 4,00 (artinya 400%)
i₂ = 0,25 (artinya 25%)
dengan demikian timbul masalah, yaitu i mana yang akan kita gunakan?
Jika kita pilih i₁, maka investasi akan dikatakan menguntungkan apabila r > 400% (misal 30%).
Sebaliknya, jika digunakan i₂, maka investasi dikatakan tidak menguntungkan kalau r = 30%.
Bahkan
keputusan akan salah kalau misalnya r = 20%, sehingga kita menyimpulkan
investasi tersebut menguntungkan baik digunakan i₁ maupun i₂.
Hal tersebut terjadi karena NPV investasi tersebut jika digambarkan akan nampak sebagaimana pada gambar berikut ini:
Gambar: IRR ganda
Penjelasan gambar:
Gambar di atas menunjukkan justeru jika r < 25%, maka NPV investasi tersebut negatif, artinya investasi harus ditolak.
Kelemahan #3:
Pada saat perusahaan harus memilih proyek yang bersifat mutually exclusive
Artinya pilihan yang satu meniadakan pilihan lainnya.
Perhatikan contoh berikut:
Tabel: Pemilihan proyek investasKalau
kita perhatikan NPV-nya, maka proyek A seharusnya dipilih karena
memberikan NPV terbesar. Sedangkan jika kita menggunakan IRR, kita akan
memilih Bkarena proyek tersebut memberikan IRR yang lebih tinggi.
Pertanyaannya
tentu saja adalah apakah kita seharusnya memilih A (sesuai dengan
kriteria NPV) ataukah memilih B (sesuai dengan kriteria IRR).
Untuk itu persoalan tersebut bisa dimodifikasikan sebagai berikut:
Tabel: Penilaian proyek investasiB
minus A, artinya adalah bahwa kita menerima B dan menolak A. Jika kita
melakukan hal tersebut, maka pada tahun 1 kita akan menerima Rp 1.000
lebih kecil, tapi pada tahun ke-2 dan ke-3, berturut-turut kita akan
menerima Rp 200 dan Rp 1.200lebih besar.
Tingkat bunga yang
menyamakan pola arus kas incremental (atau selisih) ini adalah 20%
(disebut juga incremental IRR-bya 20%).
Kalau
tingkat bunga yang layak adalah 18%, bukankah pantas kalau kita menerima
B dan menolak A? Kita lihat juga bahwa NPV dari arus kas incremental
tersebut adalah +Rp 26.53.
Berarti dalam situasi mutually
exclusive kita mungkin salah memilih proyek kalau kita menggunakan
kriteria IRR. Penggunaan IRR akan tepat kalau dipergunakan incremental
IRR.
B. Kelemahan Metode PI
Metode PI akan selalu mmeberikan keputusan yang sama dengan NPV kalau digunakan untuk menilai usulan investasi yang sama.
Tapi kalau digunakan untuk memilih proyek yang mutually exclusive, metode PI bisa kontradiktif dengan NPV .
Perhatikan contoh berikut ini:
Tabel: Contoh Kelemahan Metode PITabel
di atas menunjukkan bahwa jika digunakan kriteria NPV, maka proyek C
dipilih, tapi dengan kriteria PI, proyek D yang dipilih.
Masalah
ini memang sering membingungkan, karena bukankah proyek D memberikan
‘keuntungan’ Rp 60 dari inivestasi Rp 500, sedangkan C memang memberikan
‘keuntungan’ Rp 100 tapi dari investasi Rp 1.000?
Mengapa harus memilih C?
Sebenarnya
‘kebingungan’ tersebut berasal dari asumsi yang mendasariny. Jika
perusahaan bisa memilih antara C atau D, maka tentu perusahaan memiliki
dana minimal Rp 1.000.
Kalau kurang dari Rp 1.000, perusahaan
tidak akan bisa mengambil proyek C. Dengan demikian, persoalan bisa
dirumuskan sebagai berikut:
Seandainya perusahaan memiliki dana
sebesar Rp 1.000, dan tidak ada proyek-proyek lain selain C dan D,
proyek mana yang akan dipilih? C atau D?
Jawabnya jelas C.
Secara
umum sebenarnya kriteria NPV mengisyaratkan bahwa perusahaan seharusnya
memilih proyek-proyek yang akan memaksimumkan NPV.
03. NPV dan Tujuan Normatif Manajemen Keuangan
Dengan
memahami penjelasan panjang lebar yang sudah saya sajikan di atas,
semoga pembaca menjadi yakin bahwa secara teoritis penggunaan NPV akan
memberikan hasil yang TERBAIK dalam penilaian investasi (tingkat
profitabilitas).
Di samping itu, NPV menunjukkan TAMBAHAN kemakmuran riil yang diperoleh oleh pemodal dengan mengambil suatu proyek.
Bila kita kaitkan dengan tujuan normatif manajemen keuangan, yaitu untuk meningkatkan kemakmuran pemilik perusahaan, maka NPV konsisten dengan tujuan normatif tersebut.
Mari perhatikan contoh hipotesis berikut ini:
Misalkan suatu perusahaan PT Manajemen Keuangan
Services memperoleh tawaran untuk mengelola parkir di suatu wilayah
selama lima tahun. Hak tersebut harus dibayar kepada pemerintah daerah
seharga Rp 1.200.000.000.
Misalkan perusahaan menggunakan 100% modal sendiri.
Setelah
perusahaan membayar hak parkir tersebut, neraca perusahaan pada harga
perolehan akan nampak sebagai berikut (anggaplah bahwa perusahaan tidak
mempunyai aktiva apapun selain hak parkir tersebut).
Tabel: Contoh Laporan Posisi Keuangan SederhanaSetelah
perusahaan memperoleh hak parkir tersebut, para analis keuangan
berpendapat bahwa perusahaan bisa memperoleh kas masuk bersih per bulan
sebesar Rp 30 juta.
Mereka juga berpendapat bahwa tingkat bunga yang relevan untuk perusahaan tersebutadalah 1% per bulan.
Bila semua orang sepakat tentang analisis tersebut, maka nilai hak parkir tersebut adalah:
PV Hak Parkir = Rp 1.348.000.000
Dengan
demikian bila disajikan dalam bentuk neraca, tapi dicatat pada nilai
pasar, maka neraca perusahaan tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel: Neraca Perusahaan (pada nilai pasar)Ini berarti bahwa nilai sebesar Rp 1.200 juta yang telah di-investasikan sekarang naik menjadi Rp 1.348 juta.
Pertambahan nilai sebesar Rp 148 juta ini tidak lain merupakan Net Present Value (NPV) investasi tersebut.
Ini berarti bahwa seandainya perusahaan tersebut saat ini dijual, maka para pemodal akan menawar harga Rp 1.348.000.000
Dengan kata lain, bagi pemilik perusahaan akan mengalami kenaikan kemakmuran sebesar Rp 148 juta
04. Kesimpulan
Setiap penggunaan dana (investasi) dimaksudkan untuk meningkatkan kemakmuran pemodal.
Investasi yang dipandang dari dimensi waktu disebut sebagai investasi jangka panjang. Istilah lain yang sering digunakan adalah capital investment (investasi modal), dan untuk singkatnya kita sebut sebagai “investasi”.
Meskipun
disebut sebagai investasi jangka panjang, investasi modal juga akan
melibatkan modal kerja, yang disebut sebagai investasi jangka pendek.
Penilaian
investasi modal dan investasi jangka pendek perlu terus menerus
dilakukan terhadap proyek investasi setelah investasi dilaksanakan.
Bila investasi dilakukan untuk jangka panjang, maka konsep NILAI waktu uang menjadi penting untuk diperhatikan.
Mengapa penilaian investasi sangat berkepentingan terhadap konsep nilai waktu uang?
Dengan memperhatikan konsep nilai waktu uang, maka seharusnya pemodal memperhatikan Net Present Value (NPV) inbestasi tersebut.
Semakin BESAR NPV investasi, semakin besar peningkatan kemakmuran pemodal.
Jika pemodal akan menggunakan NPV untuk melakukan penilain investasi, maka ada dua hal penting yang perlu dilakukan.
Menentukan tingkat bunga yang dipandang layak
Menaksir kas yang relevan
Untuk menaksir arus kas yang relevan perlu diperhatikan beberapa hal:
Arus kas tersebut hendaknya merupakan arus kas setelah pajak
Merupakan arus kas incremental
Tidak perlu diperhatikan arus kas yang terjadi karena keputusan pendanaan.
Jangan memasukkan sunk cost
Meskipun
secara teoritis penggunaan NPV yang seharusnya dipergunakan dalam
penilaian investasi, dalam praktiknya dijumpai berbagai metode ‘pesaing’
NPV.
Metode-metode tersebut adalah:
Average rate of return
Payback period
Internal rate of return, dan
Profitability index.
Meskipun
demikian secara teoritis selalu dijumpai kelemahan-kelemahan
metode-metode tersebut, baik untuk suatu proyek untuk memilih proyek
yang bersifat mutually exclusive.
So, tetap bijaklah dalam merencanakan investasi, termasuk juga penilaian rencana investasi syariah
0 komentar:
Posting Komentar