PENENTUAN HARGA PELAYANAN PUBLIK



PENENTUAN HARGA PELAYANAN PUBLIK

PENDAHULUAN

Salah satu tugas pokok pemerintah adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pemberian pelayanan publik pada dasarnya dapat dibiayai melalui dua sumber, yaitu: Pajak dan pembebanan langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa publik. Jika pelayanan publik dibiayai dengan Pajak, maka setiap wajib pajak harus membayar tanpa memperdulikan apakah dia menikmati secara langsung jasa publik tersebut atau tidak. Hal tersebut karena Pajak merupakan iuran masyarakat kepada negara yang tidak memiliki jasa timbal (kontraprestasi) individual yang secara langsung dapat dinikmati oleh pembayar Pajak. Jika pelayanan publik dibiayai melalui pembebanan langsung, maka yang membayar hanyalah mereka yang memanfaatkan jasa pelayanan publik tersebu, sedangka yang tidak menggunakan tidak diwajibkan untuk membayar.
Kewajiban aparatur negara yang juga mengikuti kewajiban negara dalam menyelenggarakan tugas negara seperti yang diamanatkan UUD 1945, GBHN dan UU APBN (mardiasmo 2000) adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat (public service) dalam bentuk penyediaan jasa dan barang secara prima. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, instansi milik pemerintah apakah BUMD dan BUMN akan memberikan tarif pelayanan publik yang diwujutkan dalam bentuk retribusi, pajak dan pembebanan tarif Jasa langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa publik (charging for sevice).
Walaupun masyarakat telah dibebani dengan pajak yang dapat dipaksakan kepada pemerintah, dan pemerintah memberikan prestasi kepada masyarakat. Tidak semua prestasi yang diberikan oleh organisasi sektor publik kepada masyarakat yang telah dilayani dapat dibuat secara gratis mengingat terdapat barang privat yang manfaat barang dan jasa hanya dinikmati secara individu, barang publik yaitu barang dan jasa kebutuhan yang dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat serta barang campuran privat dan barang publik yaitu barang kebutuhan masyarakat yang manfaatnya di nikmati secara individu tetapi sering masyarakat umum juga membutuhkan barang dan jasa tersebut merit good (semua orang bisa mendapatkannya tetapi tidak semua orang dapat mendapatkan barang dan jasa) tersebut seperti: air bersih, listrik, pendidikan, kesehatan, transportasi publik.















TANTANGAN PELAYANAN PUBLIK
Pelayanan menurut kamus besar bahasa Indonesia (1988) adalah cara melayani, jasa, atau kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli barang atau jasa. Pelayanan menurut Pass et all (1994) dalam kamus bisnis lengkap Collins adalah aktivitas ekonomi yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan bisnis atau pribadi. Definisi pelayanan menurut Kotler dalam Nasution (2005:98) adalah aktifitas atau manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan apapun. Produknya mungkin terikat atau tidak terikat pada produk fisik.
Moenir (1992:16) menyatakan bahwa pelayanan adalah suatu proses penggunaan akal pikiran, panca indera dan anggota badan dengan atau tanpa alat bantu yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan baik dalam bentuk barang maupun jasa.
Hakikat kualitas pelayanan publik menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 tahun 2004, dalam Ratminto (2006:19-20) adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat, yang berasaskan kepada:
a. Transparansi atau memiliki sifat keterbukaan.
b. Akuntabilitas, atau dapat dipertanggung jawabkan.
c. Kondisional, atau sesuai dengan kondisi untuk memenuhi prinsip efisiensi dan efektifitas.
d. Partisipatif, yang berarti mendorong peran serta masyarakat.
e. Kesamaan hak atau tidak diskriminatif.
f. Keseimbangan hak dan tanggung jawab, antara pihak pemberi pelayanan dan pihak penerima pelayanan.
Selanjutnya, Ratminto (2006:28) menyatakan bahwa hendaknya setiap penyelenggara pelayanan melakukan survey indeks kepuasan masyarakat secara berkala. Hal ini penting untuk meningkatkan dan menjaga kualitas pelayanan agar tetap pada tingkat yang baik, bahkan memuaskan.
Berdasarkan berbagai data Serikat Buruh Seluruh Indonesia dan penelitian yang dilakukan di PPA FE UGM, ada empat agenda besar dalam pergerakan pekerja (Bastian, 2001) :
• Keinginan untuk merubah dan memodifikasi kondisi produksi. Perubahan ini diharapkan menghasilkan demokratisasi dalam bekerja, penggunaan sumber daya yang lebih baik, maksimisasi surplus untuk tujuan sosial.
• Menjamin pajak keuntungan dan usaha dipergunakan untuk program-program pembangunan.
• Distribusi pengeluaran negara yang lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sosial secara merata dalam artian peringkat kemakmuran, ras dan gender.
• Restrukturisasi organisasi, manajemen dan proses pelayanan publik.
Perubahan di atas menandakan adanya perubahan nilai tuntutan masyarakat. Ini tentunya selaras dengan perubahan dari orde baru ke orde reformasi. Salah satu yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah masalah kepemilikan perusahaan negara dan perusahaan daerah. Sebagai agen pelaksana pelayanan publik, permasalahan yang telah dihadapi adalah (PPA,1999) :
• Kurangnya investasi dalam infrastruktur
• Krisis akibat lemahnya stabilitas keuangan makro ekonomi, yang beruntun ke stabilitas perusahaan
• Kebutuhan investasi besar untuk eksplorasi alam
Kondisi di atas muncul akibat alasan-alasan berikut ini:
• Semakin besarnya proporsi untuk pihak investor negeri (Bastian,1999).
• Diversifikasi investasi asing perlu dilakukan, akibat semakin kompetitifnya perburuan modal investasi luar negeri.
• Munculnya berbagai keinginan pihak swasta asing dan dalam negeri untuk berbagai resiko, beban keuangan dan fasilitas pinjaman.
• Berbagai perusahaan swasta menginginkan adanya saham pemerintah, namun sering tidak menerima dan lebih menguntungkan melalui kontrak penyediaan jasa.
Terkait dengan berbagai perubahan yang diungkap diatas, peranan negara dalam pelayanan publik mulai diperdebatkan. Nilai komersial, praktik usaha dan kekuatan pasar amat diperhatikan sebagai faktor yang dominan dan penentu kesuksesan operasional pelayanan publik yang beroperasi maksimal semakin kental (PPA,1999), seperti:
• Barang dan jasa sosial seperti lampu jalan, jalan, pertahanan dan hukum tidak akan dapat diproduksi apabila dilepaskan ke mekanisme pasar.
• Pelayanan kesehatan dan pendidkan tidak akan dapat dilaksanakan dengan harga yang layak.
• Beberapa jasa dan barang akan diproduksi berlebihan apabila tidak diatur secara integral.
• Beberapa barang dan jasa sengaja tidak diproduksi secara cukup akibat strategi monopoli pasar.
Secara umum, masyarakat sebenarnya mengakui fungsi pemerintah sebagai penyedia barang publik; penyedia fasilitas publik seperti kesehatan, pendidikan dan perumahan; pengeluaran pemerintah yang sesuai dengan pendapatan; dan pelayanan ekonomi secara umum. Secara politik dan ekonomi, pengeluaran publik dapat diklasifikasikan dalam:
• Investasi sosial – proyek dan pelayanan yang meningkatkan produktivitas tenaga kerja
• Konsumsi sosial – proyek dan pelayanan yang merendahkan biaya reproduksi dari tenaga kerja
• Pengeluaran sosial – proyek dan pelayanan yang diisyaratkan untuk memastikan stabilitas sosial
Sehingga peranan pemerintah dapat diinterpretasikan sebagai pengambil kebijakan tentang:
• Skala pelayanan – universal atau segmentasi
• Metode penydiaan – oleh perusahaan negara atau swasta melalui kontrak
• Regulasi yang dibutuhkan
• Intervensi terhadap ekonomi lokal dan regional, industri khusus dan perusahaan tertentu
• Sumber keuangan – tipe dan tingkat perusahaan dan pajak individual
Pemahaman diatas menyebabkan dilakukannya evaluasi pelayanan publik yang terjadi di Indonesia :
• Keterbatasan rentang pelayanan yang bisa diberikan, seperti batasnya sambungan saluran telepon, besarnya kuantitas air dan kualitas jalan raya
• Dorongan yang kuat terhadap perusahaan negara untuk mengikuti kriteria pasar
• Manajemen perusahaan negara dan badan sektor publik sering dituntut untuk mengikuti perkembangan metode mutakhir yang umumnya dipraktikan diswasta
• Monitor dan evaluasi prestasi, target dan identifikasi tujuan sosial amatlah sulit, dan hal ini seringkali disebabkan oleh keengganan manajemen untuk mengeluarkan data yang terkait
• Kurangnya pengendalian secara demokratis oleh pekerja dan konsumen
• Terjadinya pencarian modal untuk memaksimasi keuntungan
• Masih berbedanya penghargaan terhadap ide, sikap dan pengalaman pekerja antar organisasi sektor publik dan organisasi swasta.
Namun demikian ada berbagai manfaat lebih dari organisasi sektor publik dibanding organisasi swasta :

• Rentang pelayanan luas dengan biaya yang lebih murah
• Distribusi yang lebih merata
• Kerangka hubungan pekerja dan manajemen lebih bersifat kekeluargaan dan permanen
Manfaat tersebut di Indonesia ternyata masih minimal dibanding dengan kekurangannya. Oleh sebab itu, berbagai tuntutan muncul untuk mengubah orientasi peranan organisasi sektor publik. Ada beberapa alasan untuk mengubah orientasi pelayanan publik :
• Beberapa organisasi swasta dianggap lebih efisien dibanding organisasi sektor publik
• Kekuatan pasar dan kompetisi akan meningkatkan pilihan dan mengurangi biaya pelayanan, sementara itu tuntutan pengembangan kualitas menjadi lebih besar.
• Sektor dan pasar yang kompetitie lebih cepat tanggap pada pilihan konsumen dan kondisi perubahan permintaan dan penawaran
• Pemerintah terlalu besar dan boros, sehingga pemerintah lebih baik berperanan sebagai regulator.
• Mengurangi ketergantungan pada pemerintah dengan meningkatkan partisipasi masyarakat melalui mekanisme pasar dan inisiatif individual.

ELITIS DAN POLITIS
Dalam penetapan biasanya terkesan elit dan politis karena hanya sebahagian orang yang mengambil kebijakan dan terkesan tidak teransparan, maka tarif air minum PDAM di tentukan Melalui Badan Musyawarah (BAMUS) yang dibentuk oleh PDAM. Langkah merupakan langkah maju dalam penetapan tarif menuju kebijakan yang terakuntabilitas, dan perlu diikuti oleh BUMD lainnya. Namun pembentukan badan tersebut belum merupakan sebuah solusi mengingat keterwakilinya stakeholder (pihak-pihak yang berkepentingan) dalam bamus, belum mewujudkan teori stewedship yang memposisikan stake-holder sebagai prinsipal sebagai pemilik yang harus dilayani oleh agent.
Kesulitan dalam penentuan tarif pelayanan mengingat terdapat kesulitan dalam membedakan barang publik dengan barang privat, dikarenakan: adanya kesulitan dalam menentukan batasan antara kedua barang tersebut, adanya pembebanan secara langsung. dalam pengguna barang/jasa publik, dan Kecenderungan membebankan tarif pelayanan langsung daripada membebankannya pada pajak yang dibayarkan secara berkala. Kesulitan berikutnya adalah terdapat anggapan bahwa dalam suatu sistem ekonomi campuran (mixed economy), barang privat lebih baik disediakan oleh pihak swasta (privat market) dan barang publik lebih baik diberikan secara kolektif oleh pemerintah yang dibiayai melalui pajak. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan pemerintah menyerahkan penyediaan barang publik kepada sektor swasta melalui regulasi, subsidi, atau sistem kontrak.











BERAPA HARGA WAJAR
Organisasi sektor publik harus memutuskan berapa pelayanan yang dibebankan pada masyarakat. Aturan yang biasa dipakai adalah beban (charge) dihitung sebesar total biaya total tersebut terdapat (full cost recorvery). Walaupun akan mengalami kesulitan dalam menghitung biaya total dikarena:

Pertama, tidak diketahui secara tepat berapa biaya total (full cost) untuk menyediakan suatu pelayanan. Oleh karena itu, kita perlu memperhitungkan semua biaya sehingga dapat mengidentifikasi biaya secara tepat untuk setiap jenis pelayanan. Namun tidak boleh terjadi pencampur-adukan biaya untuk pelayanan yang berbeda atau harus ada prinsip different costs for different purposes.

Kedua, sangat sulit mengukur jumlah yang dikonsumsi, Karena jumlah biaya untuk melayani satu orang dengan orang lain berbeda-beda, maka diperlukan perbedaan pembebanan tarif pelayanan, sebagai contoh diperlukan biaya tambahan untuk pengumpulan sampah dari lokasi rumah yang sulit dijangkau atau memiliki jarak yang jauh.

Ketiga, pembebanan tidak memperhitungkan kemampuan masyarakat untuk membayar. Jika orang miskin tidak mampu membayar suatu pelayanan yang sebenarnya vital, maka mereka harus disubsidi. Mungkin perlu dibuat diskriminasi harga atau diskriminasi produk untuk menghindari subsidi. Keempat, biaya yang harus diperhitungkan, apakah hanya biaya operasi langsung (current operation cost), atau perlu juga diperhitungkan biaya modal (capital cost). Yang akan memasukkan bukan saja biaya opersai dan pemeliharaan, akan tetapi juga biaya penggantian barang modal yang sudah usang (kadaluwarsa), dan biaya penambahan kapasitas Hal inilah yang disebut marginal cost pricing.

STRATEGI HARGA
Terdapat beberapa alternatif dalam menentukan harga yaitu dengan two-part tariffs: yaitu fixed charge untuk menutupi biaya overhead atau biaya infrastruktur dan variabel charge yang didasarkan atas besarnya konsumsi. Dengan Peakload tariffs: pelayanan publik dipungut berdasarkan tarif tertinggi. Permasalahannya adalah beban tertinggi, membutuhkan tambahan kapasitas yang disediakan, tarif tertinggi untuk periode puncak harus menggambarkan higher marginal cost (seperti telepon dan transportasi umum). Dengan diskriminasi harga. Hal ini adalah salah satu cara untuk mengakomodasikan pertimbangan keadilan (equity) melalui kebijakan penetapan harga, dengan Full cost recorvery. Harga pelayanan didasarkan pada biaya penuh atau biaya total untuk menghasilkan pelayanan dan harga di atas marginal cost. Dalam beberapa kasus, sengaja ditetapkan harga di atas marginal cost, seperti tarif mobil, adanya beberapa biaya perijinan atau licence fee.







Penetuan tarif ini juga harus mempertimbangkan Opportunity cost untuk staf, perlengkapan dll, Opprtunity cost of capital, Accounting price untuk input ketika harga pasar tidak menunjukkan value to siciety (opportunity cost). Polling, ketika biaya berbeda-beda antara setiap individu dan cadangan inflasi. Pelayanan menyebabkan unit kerja harus memiliki data biaya yang akurat agar dapat mengestimasi marginal cost, sehingga dapat ditetapkan harga pelayanan yang tepat.
Marginal cost pricing bukan merupakan satu-satunya dasar untuk penetapan harga di sektor publik. Digunakan marginal cost pricing atau tidak, yang jelas harus ada kebijakan yang jelas mengenai harga pelayanan yang mampu menunjukkan biaya secara akurat dan mampu mengidentifikasi skala subsidi publik.

STANDAR MINIMUM
Berapa pun harga yang dibebankan kepada masyarakat harusnya juga merujuk pada standar yang dibuat oleh organisasi sektor publik sebagi bentuk perbandingan pelayanan yang dapat di ukur, untuk itu sektor publik harus segera merumuskan Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang menekankan pada pengelolanan sektor publik yang memiliki paradigma Value for money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama yaitu: ekonomi, efesiensi, dan efektivitas ekonomi merupakan perbandingan input dengan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter.
Ekonomi terkait dengan sejauh mana organisasi sektor publik dapat meminimalisir input resources yang digunakan yaitu dengan menghindari pengeluaran yang boros dan tidak produktif. Efisiensi: pencapaian output yang maksimium dengan input yang tertentu atau penggunaan input yang terendah untuk mencapai output tertentu dan efisiensi merupakan perbandingan output/input yang dikaitkan dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan.
Dalam penentuan standar pelayanan minimum sebagai feed-back pelayanan kepada masyarakat maka organisasi sektor publik harus memperhatikan stakeholder sebagai orang yang berkentingan dengan keberadaan perusahaan karenanya keterlibatan stakeholder dalam penyusunan tarif dan standar pelayanan minimum sangat urgen seperti, masyarakat umum, akademisi dan para konsultan dan pihak yang consen dalam sektor publik.

KESIMPULAN
Pembebanan pelayanan publik merupakan salah satu sumber penerimaan bagi pemerintah selain pajak, penjualan aset milik pemerintah, utang, dan laba BUMN/BUMD. Aturan yang bisa dipakai adalah beban dihitung sebesar total biaya untuk menyediakan pelayanan tersebut. Dalam menentukan harga pelayanan publik juga dianut konsep different cost for purposes yaitu membedakan biaya untuk pelayanan yang berbeda. Masalah lain adalah adanya hidden cost yang menyulitkan dalam mengetahui total biaya. Kesulitan untuk menghitung biaya total adalah karena sulit mengukur jumlah yang dikonsumsi dan perbedaan jumlah biaya untuk melayani masing-masing orang.







DAFTAR PUSTAKA

http://antikorupsi.org/indo
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik:Penentuan Harga Pelayanan Publik. Edisi IV, Andi Offset, Yogyakarta