2 Metode Sederhana Untuk Menilai Keputusan Investasi Dan Pendanaan

Menguntungkan tidaknya suatu investasi tergantung pada keputusan investasi dan sumber dananya (keputusan pendanaan).
Pemilihan investasi yang menguntungkan adalah masalah keputusan investasi. Penggunaan sumber dana yang berbeda-beda adalah hasil keputusan pendanaan.
Karena itu permasalahan ini disebut sebagai interaksi keputusan investasi dan keputusan pendanaan.
Paling tidak ada 2 (dua) cara atau metode yang digunakan untuk menilai keputusan investasi dan keputusan pendanaan, yaitu:
  • Metode biaya modal rata-rata tertimbang, dan
  • Metode adjusted net present value (disingkat APV).
Mari ikuti pembahasan lengkapnya berikut ini…

01. Metode Biaya Modal Rata-rata Tertimbang

proses pengambilan keputusan investasi oleh investor
Apa pengertian metode biaya modal rata-rata tertimbang?
Metode biaya modal rata-rata tertimbang adalah cara yang mendasarkan diri pada pemikiran bahwa jika suatu investasi akan dibiayai dengan berbagai sumber dana.
Sedangkan masing-masing sumber dana mempunyai biaya yang berbeda-beda, maka perlu dihitung rata-rata tertimbang dari biaya-biaya modal tersebut.
Biaya modal rata-rata tertimbang inilah yang kemudian digunakan sebagai tingkat keuntungan yang layak dalam perhitungan NPV atau sebagai cut-off rate dalam perhitungan IRR.
Bila dengan menggunakan tingkat bunga tersebut diperoleh NPV yang positif atau IRR lebih besar dari biaya modal rata-rata tertimbang maka investasi tersebut dinilai menguntungkan dan sebaliknya.
Karena itu, untuk menggunakan metode ini perlu ditaksir terlebih dulu biaya modal dari masing-masing sumber dana.
Bagaimana cara menghitung biaya modal tersebut?
Ada 5 (lima) hal penting yang perlu diperhatikan berkaitan dengan perhitungan biaya modal.
Berikut ini penjelasannya…

A: Biaya Modal Sendiri – Keputusan Pendanaan dan Investasi

keputusan investasi adalah
Apa yang dimaksud dengan biaya modal sendiri?
Biaya modal sendiri adalah biaya yang menunjukkan tingkat keuntungan yang diinginkan oleh pemilik modal sendiri sewaktu mereka bersedia menyerahkan dana tersebut ke perusahaan.
Bila perusahaan tersebut telah menjual sahamnya di bursa, maka penaksiran biaya modal sendiri bisa dilakukan.
Bila tidak, estimasi yang dilakukan hanya mendasarkan diri atas referensi usaha yang sejenis.
Menaksir biaya modal sendiri dengan menggunakan Capital Asset Pricing Model (CAPM) dengan rumus persamaan sebagai berikut:

Ri = Rt + (Rm +Rt) βi

Keterangan:
Ri = Tingkat keuntungan yang layak untuk saham i
Rt = Tingkat keuntungan bebas risiko
Rm = Tingkat keuntungan portofolio pasar (indeks pasar)
βi   = Beta (risiko) saham i
Semakin besar βi semakin tinggi Ri . di sini Ri tidak lain merupakan biaya modal sendiri bagi perusahaan yang menerbitkan saham i tersebut.
Perhatikan contoh perhitungan biaya modal sendiri berikut ini:
Misalnya suatu saham diperkirakan mempunyai:
β = 1,20
Rt = 9%
Rm = 17%
Maka biaya modal sendiri untuk perusahaan tersebut adalah:
= 9% + (17% – 9%) 1,2
= 18,6%
Meskipun demikian perlu dingat bahwa β sebesar 1,20 adalah beta dari perusahaan yang telah menggunakan hutang.
Bila rencana investasi proyek akan dibiayai dengan proporsi hutang yang mungkin berbeda dengan proporsi hutang ketika diperoleh taksiran beta.
Maka perlu disesuaikan seandainya perusahaan tidak menggunakan hutang terlebih dulu.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Î’iu = βi : [ 1 + (1 – t) ( B:S )]

Di mana:
Î’iu = Beta seandainya perusahaan tidak menggunakan hutang
βi = Beta dengan menggunakan hutang tertentu
B = Nilai pasar hutang
S = Nilai pasar modal sendiri
t = Tarif pajak penghasilan
Misalkan bahwa  B/S = 1,00 hal ini berarti bahwa hutang yang digunakan sama besarnya dengan nilai modal sendiri), dan t = 0,35, maka:
Î’iu = 1,20 : [(1 + (1 – 0,35) (1,0)] = 0,73
Bila rencana investasi proyek akan dibiayai dengan 40% hutang dan 60% modal sendiri, maka beta untuk proyek tersebut akan:
0,73 = β : [ 1 + (1-0,35) (0,4 : 0,06) ]
β = 1,04
Perhatikan bahwa beta untuk saham tersebut menjadi lebih kecil apabila perusahaan akan menggunakan hutang dengan proporsi yang lebih kecil.
Dengan demikian biaya modal sendiri yang relevan adalah:
= 9% + (17% – 9%) 1,04
= 17,34%♣
Tidak semua analis menggunakan CAPM untuk menaksir biaya modal sendiri. Cara lain yang sering digunakan adalah dengan menggunakan pendekatan cash flow.
Karena sulitnya memperkirakan arus dividen di masa yang akan datang, maka rumus yang sering digunakan adalah model dengan pertumbuhan konstan, yang menyatakan bahwa:

P0 = D1 : (ke – g)

Keterangan:
Po = Harga saham saat ini
D1 = Dividen yang diharapkan pada tahun depan (tahun ke-1)
ke = Biaya modal sendiri
g = pertumbuhan laba
Perhatikan contoh analisis investasi berikut:
Bila harga saham ini adalah Rp 10.000, dividen tahun depan diharapkan sebesar Rp 800, sedangkan pertumbuhan laba dan juga dividen diharapkan sebesar 14%, maka:
10.000 = 800 (ke – 0,15)
ke = 22%
Analis keuangan perlu juga melakukan penyesuaian ke terhadap rasio hutang yang digunakan.
Di samping menggunakan cara di atas, bisa juga digunakan cara yang dikembangkan oleh Modigliani – Miller yang menyatakan bahwa:

ke = keu + (keu – kd) (1 – t) (B:S)

Di mana:
ke = Biaya modal sendiri pada saat perusahaan menggunakan hutang
keu = Biaya modal sendiri pada saat perusahaan tidak menggunakan hutang
kd = Biaya hutan
B = Nilai pasar hutang
S = Nilai pasar modal sendiri
t = Tarif pajak penghasilan
Bila pada saat ke sebesar 22% tersebut perusahaan menggunakan B/S = 1,0, kd = 15% dan t = 0,35 maka:
22% = keu + (keu – 15%) (1,0) ( 1 – 0,35)
keu = 19,24%
Bila rencana investasi proyek akan dibiayai dengan 40% hutang dan 60% modal sendiri, maka biaya modal sendiri yang relevan adalah:
= 19,24% + (19,24% – 15%) (0,4/0,6) (1 – 0,35)
= 21,07%
Selain meyesuaikan dengan faktor struktur modal, penaksiran biaya modal sendiri perlu pula memperhatikan faktor biaya emisi (floatation costs).
Modal sendiri bisa berasal dari laba ditahan ataupun dari menerbitkan saham baru.
Penggunaan laba ditahan tidak memerlukan biaya emisi. Sebaliknya, penerbitan saham baru akan menanggung biaya emisi.
Hal ini akan menyebabkan biaya laba ditahan lebih rendah dari biaya modal sendiri karena melakukan emisi.
Misalkan biaya emisi saham mencapai 4% dari nilai emisi, dan biaya modal sendiri ditaksir sebesar 21%.
Dengan demikian maka biaya modal sendiri dengan menerbitkan saham baru sebesar:
= 21% : (1 – 0,04)
= 21,875%
Karena itu, biaya modal sendiri yang berasal dari penerbitan saham baru akan selalu lebih besar dari biaya modal sendiri yang berasal dari laba ditahan, bila dijumpai adanya biaya emisi.
Semakin besar biaya emisi, semakin besar selisih antara biaya saham baru dengan biaya laba ditahan.

B: Biaya Hutang (cost of debt) – Keputusan Pendanaan dan Investasi

proses pengambilan keputusan investasi
Apa itu biaya hutang?
Biaya hutang adalah biaya yang menunjukkan berapa biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan karena perusahaan menggunakan dana yang berasal dari pinjaman.
Untuk menaksir berapa besarnya biaya hutang tersebut, maka konsep present valuediterapkan.
Perhatikan contoh dasar keputusan investasi untuk saham dan obligasi berikut:
Suatu perusahaan akan menerbitkan obligasi dengan jangka waktu 10 tahun. Membayar bunga sebesar 14% per tahun.
Nilai nominal obligasi tersebut adalah Rp 1.000.000.
Saat ditawarkan ke masyarakat, obligasi tersebut hanya laku terjual dengan harga Rp 980.000.
Dalam persoalan ini kita bisa menghitung biaya hutang (diberi notasi kd) sebagai berikut:
keputusan investasi untuk saham dan obligasi
Dengan melakukan trial and error bisa dihitung kd  = 14,40%
Faktor pajak perlu diperhatikan dalam menaksir biaya. Karena umumnya pembayaran bunga bersifat tax deductible, dan penaksiran arus kas untuk penilaian profitabilitas investasi didasarkan atas dasar setelah pajak.
Maka biaya hutang perlu disesuaikan dengan pajak. Rumus yang digunakan adalah:

K*d = kd (1-t)

Keterangan:
K*d = Biaya hutang setelah pajak
t    = Tarif pajak penghasilan
Dengan menggunakan contoh analisis investasi proyek di atas, bila tarif pajak adalah 35% maka biaya hutang telah pajak adalah:
K*d = 14,4% (1-0,35) = 9,36%
Angka inilah nanti yang akan digunakan untuk menghitung biaya modal rata-rata tertimbang bila ada pajak dan pembayaran bunga bersifat tax deductible.
Selain faktor pajak, faktor biaya floatation perlu juga dipertimbangkan.
Bila dalam penerbitan obligasi tersebut dikeluarkan biaya emisi sebesar Rp 20.000 per lembar obligasi, maka dari Rp 980.000 yang dibayar pemodal/investor hanya Rp 960.000 yang diterima oleh perusahaan.
Kita akan memperoleh kd yang sedikit lebih besar dari 14,4% ketika tidak ada floatation cost.

C: Biaya Saham Preferen dalam Keputusan Investasi dan Pendanaan

dasar investasi untuk saham dan obligasi
Apa itu saham preferen?
Pengertian Saham Preferen adalah saham yang memberikan jaminan kepada pemiliknya untuk menerima dividen dalam jumlah tertentu berapapun laba rugi perusahaan.
Karena saham preferen merupakan salah satu bentuk modal sendiri, maka perusahaan tidak berkewajiban melunasi saham tersebut.
Karena itu biaya saham preferen diberi notasi kp adalah:

kp = D : P

di mana:
D = dividen yang dibagikan setiap tahun
P = harga saham preferen tersebut

D: Penghitungan Biaya Modal Rata-rata Tertimbang

rupiah
Perhatikan contoh analisis investasi berikut:
Misalkan rencana investasi proyek akan didanai dengan komposisi sebagai berikut:
Sumber dana = Emisi saham baru
Komposisis = 40%
Sumber dana = Laba Ditahan
Komposisis = 30%
Sumber dana = Hutang
Komposisi = 30%
  • Biaya laba ditahan, yaitu modal sendiri ditaksir sebesar 19,0%, dan
  • emisi saham baru diperlukan biaya sebesar 3%.
  • Biaya hutang ditaksir sebesar 15% sebelum pajak.
  • Pajak penghasilan sebesar 35%
Untuk menghitung biaya modal rata-rata tertimbang perlu dihitung biaya modal dari masing-masing sumber pendanaan.
Biaya saham baru sebesar:
= (19,0% : 0,97)
= 19,6%
Biaya hutang setelah pajak sebesar:
= 15% (1-0,35)
= 9,75%
Dengan demikian maka:
Angka tersebut menunjukkan bahwa, bila proyek tersebut diharapkan akan bisa memberikan IRR > 16,47% maka proyek tersebut dinilai menguntungkan.
Atau jika NPV proyek tersebut dihitung dengan tingkat bunga sebesar 16,47% dan diharapkan memberikan angka yang positif, maka proyek tersebut dinilai menguntungkan.

E: Kesalahan yang sering terjadi dengan metode biaya modal rata-rata tertimbang

kesalahan keputusan pendanaan
Perhatikan contoh analisis keputusan investasi proyek berikut:
Misalkan investasi proyek yang sedang dianalisis diperkirakan memberikan IRR hanya sebesar 15%.
Dengan demikian, bila digunakan proporsi kriteria keputusan investasi dan pendanaan seperti pada tabel berikut:
contoh keputusan investasi
Berarti keputusan investasi proyek tersebut tidak menguntungkan.
Bila perusahaan sangat ingin melaksanakan investasi proyek tersebut, maka ia akan melakukan tindakan  ‘kreatif’ misalnya seperti berikut:
“Mengapa kita tidak mendanai investasi proyek tersebut dengan 70% hutang dan hanya 30% laba yang ditahan?”
Bukankah dengan menempuh cara tersebut biaya modal rata-rata tertimbang akan sebesar:
Kd = 0,70 (9,75%) + 0,30 (19,00%) = 12,53%
Dan karena itu keputusan investasi proyek tersebut akan dinilai menguntungkan?
Tidak sesederhana itu, bila dianalisis lebih dalam, ada kesalahan cara yang dilakukan di atas adalah:

Kesalahan #1:

Perusahaan menggunakan asumsi bahwa biaya modal sendiri (ke) konstan meskipun proyek akan dibiayai dengan proporsi dana yang lebih banyak terdiri dari hutang.
Hal ini tentu saja tidak benar, karena ke akan meningkat, dan mungkin peningkatannya tidak lagi linear, bila perusahaan menggunakan hutang yang makin banyak.

Kesalahan #2:

Kemungkinan digunakannya struktur modal dari perusahaan saat ini. Padahal yang seharusnya digunakan adalah struktur modal yang optimal.
Dengan demikian bisa saja proporsi pendanaan yang digunakan untuk menghitung biaya modal rata-rata tertimbang berbeda dengan proporsi pendanaan yang akan digunakan untuk proyek yang dianalisis.
Jadi, misalkan struktur pendanaan perusahaan saat ini adalah 50% hutang dan 50% modal sendiri.
Ada kecenderungan bahwa analis proyek akan menggunakan struktur pendanaan ini dalam menghitung biaya modal rata-rata tertimbang.
Bila struktur pendanaan dari perusahaan saat ini memang merupakan struktur pendanaan yang optimal, maka pilihan tersebut memang tepat.
Sebaliknya apabila struktur pendanaan yang dinilai optimal adalah 40% hutang dan 60% modal sendiri.
Maka struktur yang optimallah yang seharusnya digunakan sebagai bobotpenghitungan biaya modal rata-rata tertimbang, bukan struktur pendanaan saat ini dari perusahaan.
Satu hal juga yang tidak boleh dilupakan adalah biaya modal sendiri proyek tersebut berbeda dengan biaya modal sendiri dari perusahaan.
Hal ini akan terjadi bila investasi proyek yang dianalisis adalah bisnis yang berbeda dengan bisnis yang saat ini dijalankan oleh perusahaan.
Sebaga contoh, keputusan investasi yang sedang dilaksanakan adalah proyek peluncuran produk baru.
Bila produk tersebut dinilai mempunyai risiko (atau beta dalam konteks CAPM) yang berbeda dengan bisnis perusahaan saat ini.
Maka biaya modal sendiri yang relevan untuk proyek tersebut bukanlah biaya modal sendiri dari perusahaan saat ini.
Penggunaaan biaya modal sendiri dari perusahaan saat ini hanya tepat bila risiko proyek tersebut relatif sama dengan risiko bisnis saat ini.
Untuk proyek-proyek seperti penggantian mesin, penambahan kapasitas produksi, penggunaan biaya modal sendiri dari perusahaan saat ini dapat dibenarkan.

Kesalahan #3:

Penaksiran arus kas operasi dan biaya modal rata-rata tertimbang
Kesalahan lain yang sering dijumpai adalah sewaktu menaksir arus kas operasi pada saat akan digunakan biaya modal rata-rata tertimbang sebagai cutt-off rate dalam perhitungan IRR atau NPV.
Kesalahan tersebut terjadi sewaktu digunakan cara menaksir arus kas operasi (proceed) dengan cara:
Proceed = Laba setelah pajak + penyusutan
Cara tersebut hanya benar bila mengasumsikan bahwa keputusan investasi proyek akan dibiayai dengan 100% modal sendiri.
Dengan kata lain, dalam penghitungan laba setelah pajak, tidak dikurangi terlebih dulu dengan pembayaran bunga.
Bila kita mengurangi terlebih dulu pembayaran bunga, karena investasi proyek dibiayai sebagian dengan hutang, maka akan terjadi perhitungan ganda.

Perhatikan contoh keputusan investasi berikut ini:
Misalkan rencana investasi proyek hanya mempunyai usia ekonomis satu tahun.
Aktiva tetap yang diperlukan senilai Rp 10 juta, dan modal kerja senilai Rp 5 juta.
Karena usia investasi proyek hanya satu tahun, maka penyusutan dalam satu tahun tersebut sebesar Rp 10 juta diasumsikan tidak ada nilai sisa (residu).
Dan modal kerja akan kembali sebagai terminal cash inflow pada akhir tahun 1.
Rencana Investasi proyek tersebut akan didanai oleh:
  • hutang sebanyak Rp 10 juta dengan tingkat suku bunga 15% per tahun, dan
  • modal sendiri sebesar Rp 5 juta.
  • Tarif pajak 25%.
Misalkan taksiran penghasilan dan laba operasi perusahaan adalah sebagai berikut:
contoh laporan laba operasi perusahaan
Sedangkan biaya modal rata-rata tertimbang dihitung sebagai berikut:
= (5/15) (0,20) + (10/15) (0,15) (1-0,25)
= 14,17%
Apabila proceed ditaksir dengan menggunakan rumus:

Proceed = Laba setelah pajak + penyusutan

= 1,50 + 10,00
= Rp 11,50 juta
Dengan memperhatikan terminal cash inflow sebesar Rp 5,00 juta dari modal kerja, maka NPV bisa dihitung sebagai berikut:
= -15 + [(11,5 + 5,0) : (1+0,14170]
= -Rp 0,54 juta
Karena NPV negatif, maka proyek harus ditolak.
Tetapi, benarkah keputusan investasi proyek harus ditolak?
Mari dianalisis…
Proyek  tersebut menghasilkan kas masuk yang akan memungkinkan perusahaan membayar bunga plus pokok pinjamannya:
= Rp 10 juta + Rp 1,5 juta
= Rp 11,5 juta
Dan mengembalikan modal sendiri plus keuntungan yang diinginkan:
= Rp 5 juta + Rp 1,0 Juta
= Rp 6 juta
Mari kita amati arus kas investasi proyek tersebut dengan lebih seksama…
contoh laporan arus kas
Bila keputusan investasi proyek tersebut diharapkan masih akan memberikan kas masuk lebih besar Rp 0,5 juta dari yang disyaratkan, mengapa harus ditolak?
Dengan demikian nampak bahwa cara yang digunakan dalam menaksir proceed tidaklah tepat!
Bila kita menginginkan menggunakan laporan laba rugi untuk dikonversikan menjadi proceed, dan proyek tersebut dibiayai dengan sebagian hutang, maka cara menaksirkan proceed dilakukan sebagai berikut:
Proceed = Laba setelah pajak + Penyusutan + Bunga (1-t)
Dalam contoh keputusan investasi dan pendanaan ini berarti bahwa:
Proceed = 1,5 + 10 + 1,5 (1-0,25) = Rp 12,625 juta
Pengertian proceed ini sebenarnya sama dengan pengertian operating cash flow yang dirumuskan sebagai berikut:
Operating Cash Flow  = NOPAT + Penyusutan
Operating Cash Flow  = EBIT (1-t) + Penyusutan
Dalam contoh ini berarti:
= 3,5 (1-0,25) + 10
= 2,625 + 10
= Rp 12,625 juta
Hasil perhitungan sama dengan rumus di atas ya.
Dengan demikian NPV investasi proyek tersebut adalah:
= -15 + [(12,625 + 5) : (1 + 0,1417)]
= +Rp 0,44 juta
Karena NPV POSITIF, maka investasi proyek tersebut seharusnya diterima (perhatikan nilai NPV tersebut sama dengan PV dari kelebihan arus kas).

02. Metode Adjusted Net Present Value (APV)

proses pengambilam keputusan
Apa itu metode Adjusted Net Present Value?
Metode APV adalah metode penilaian investasi yang memulai analisisnya dengan menilai suatu investasi proyek , bila dibiayai seluruhnya dengan modal sendiri, disebut sebagai Base Case NPV.
Setelah itu, kemudian ditaksir dampak dari kebijakan pendanaan untuk investasi proyek tersebut.
Dan secara formal dirumuskan sebagai berikut:

APV = Base Case NPV + PV dampak keputusan pendanaan

Metode adjusted net present value (disingkat APV) dikenalkan oleh seorang ahli bernama Myers  di 1974, yang pemikirannya analog dengan pemikiran yang digunakan oleh Modigliani dan Miller.
Pedoman (decision rule) analisisnya adalah “terima suatu proyek yang diharapkan memberikan APV positif”
Dengan demikian mungkin saja base case NPV-nya negatif, tetapi asalkan PV dampak keputusan pendanaan nilai positifnya lebih besar dari nilai negatif base case NPV-nya, maka investasi suatu proyek dapat diterima karena akan menghasilkan APV yang positif.
Perhatikan contoh analisis investasi proyek berikut ini:
Misalkan rencana investasi proyek mempunyai usia ekonomi yang tidak terhingga ( n = ∞ ).
  • Tarif pajak sebesar 25%
  • Kas masuk bersih dari operasi pada tahun 1 diharapkan sebesar Rp 3 M dan
  • Diharapkan meningkat terus per tahun sebesar 10% selamanya.
Bila rencana investasi proyek dibiayai dengan 100% modal sendiri r (atau keu) ditaksir sebesar 18%. Investasi proyek yang diperlukan senilai Rp 40 M pada tahun ke-0.
Maka Base Case NPV adalah:
= [3 : (0,18 – 0,10)] – 40
= -Rp 2,5 M
Ini berarti bila rencana investasi proyek tersebut dibiayai dengan 100% modal sendiri akan dinilai tidak menguntungkan.
Sekarang misalkan investasi proyek tersebut memungkinkan dibiayai dengan hutang yang juga bersifat permanen sebesar Rp 16 M dengan kd = 15%.
Maka analisis investasi proyek tersebut adalah:
PV penggunaan hutang adalah:
= t (B)
= 0,25 : (16)
= Rp 4 M
Dengan demikian maka nilai NPV-nya adalah:
= -2,5 + 4,0
= +Rp 1,5 M
Karena itu bila memungkinkan digunakan hutang permanen sebesar Rp 16 miliar, maka rencana investasi proyek tersebut dinilai MENGUNTUNGKAN.
Untuk investasi proyek yang mempunyai usia ekonomi terbatas, maka diperlukan bagaimana rencana pendanaan dari tahun ke tahun.
Saat menggunakan metode biaya modal rata-rata tertimbang, sebenarnya juga diperlukan penaksiran komposisi pendanaan dari tahun ke tahun.
Hanya saja karena diasumsikan dipergunakan struktur pendanaan yang optimal , maka komposisi pendanaan tersebut diasumsikan konstan dari tahun ke tahun.
Sekarang perhatikan contoh rencana investasi proyek berikut ini:
Misalkan suatu proyek mempunyai usia ekonomis 3 tahun, menggunakan hutang sebesar Rp 300 juta.
Pengembalian akan diangsur selama 3 tahun dengan besar angsuran pokok pinjaman yang sama.
Bila tingkat suku bunga pinjaman yang dibayar adalah 18% per tahun, dan tarif pajak adalah 35%.
Maka besarnya PV penghematan pajak selama 3 tahun dapat dihitung sebagaimana dicantumkan pada tabel berikut:
contoh keputusan investasi dalam manajemen keuangan
Keterangan:
  1. Penghematan pajak: 0,35 X bunga
  2. PV penghematan pajak tahun 1: (18,90) / (1 + 0,18) = 16,01
Dengan demikian bila Base Case NPV = Rp 20 juta, maka APV investasi proyek tersebut adalah:
= Rp 20 juta + Rp 28,98 juta
= Rp 48,98 juta
Pada analisis investasi proyek ini, kita menggunakan nilai buku hutang yang digunakan. Padahal kemampuan menggunakan hutang sebenarnya dipengaruhi oleh nilai pasar proyek yang dibiayai.
Bilai pertimbangan ini yang digunakan maka seharusnya digunakan nilai pasar proyek dan bukan nilai buku investasi proyek.
Seandainya kredit yang digunakan untuk membiayai rencana investasi proyek tersebut adalah kredit dengan tingkat suku bunga murah atau subsidi, maka perhitungan dampak sampingan dari keputusan pendanaan akan berbeda.
Contoh keputusan investasi dan keputusan pendanaan berikut:
Misalkan perusahaan memperoleh fasilitas kredit murah dengan tingkat suku bunga hanya 12% per tahun.
Bila pola pengembalian kreditnya adalah seperti tabel di atas, maka pembayaran bunga dan pokok pinjaman adalah sebagai berikut:
kriteria keputusan investasi
Dengan angsuran sebesar:
  • Rp 136 juta pada tahun ke-1
  • Rp 124 juta pada tahun ke-2
  • Rp 112 juta pada tahun ke-3
Perusahaan memperoleh kredit Rp 300 juta.
Bila tingkat suku bunga kredit yang umum adalah 18%, maka PV pembayaran kredit tersebut adalah:
= 136/(1+0,18) + 124/(1+0,18)2 + 112/(1+0,18)3
= Rp 272,5 juta
Dengan demikian NPV kredit tersebut adalah:
= Rp 300 juta – Rp 272,5 juta = Rp 27,5 juta
Angka ini akan menambah Base Case NPV.
Di samping itu juga masih perlu dihitung PV dari penghematan pajak. Perhitungan PV penghematan pajak digunakan tingkat bunga yang tidak disubsidi, atau 18%.
Hasil perhitungan disajikan pada tabel berikut ini:
proses pengambilan keputusan investasi yang dilakukan investor
Dengan demikian maka nilai APV adalah:
= Rp 20 + Rp 27,5 + Rp 19,26
= Rp 66,76 juta
Rencana investasi proyek menjadi makin menarik bila kredit tersebut disubsidi.
Penggunaan metode APV mempunyai keuntungan dalam hal tidak akan menimbulkan kebingungan dalam menaksir proceed.
Hal ini disebabkan karena pertama kali diasumsikan digunakan 100% modal sendiri. Baru setelah itu ditaksir dampak keputusan pendanaan.

03. Kesimpulan Keputusan Investasi dan Keputusan Pendanaan

Interaksi keputusan investasi dengan keputusan pendanaan menyangkut analisis terhadap profitabilitas rencana investasi proyek bila dibiayai tidak dengan 100% modal sendiri.
Bila diperhatikan adanya pajak dan ketidaksempurnaan pasar modal, maka perbedaan pendanaan rencana investasi proyek akan membawa dampak terhadap profitabilitas investasi proyek tersebut.
Ada 2 (dua) metode atau cara untuk mengkaitkan keputusan investasi denga keputusan pendanaan.
Cara  pertama adalah dengan menggunakan biaya modal rata-rata tertimbang.
Cara ini mendasarkan diri atas pemikiran bahwa dana yang digunakan untuk membiayai investasi proyek mempunyai biaya yang berbeda-beda.
Investasi suatu proyek dinilai menguntungkan bila dapat memberikan tingkat keuntungan yang lebih besar dari rata-rata biaya dana yang digunakan.
Bila digunakan biaya modal rata-rata tertimbang, maka kita perlu menaksir biaya modal dari masing-masing sumber dana.
Dua hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan biaya modal rata-rata tertimbang adalah:
  1. Besarnya biaya dana individual akan dipengaruhi oleh rencana pendanaannya
  2. Dalam perhitungan arus kas harus dihindari kemungkinan perhitungan ganda
Kemungkinan kesalahan dalam penaksiran arus kas yang relevan akan mudah dihindari bila digunakan metode atau cara kedua, yaitu adjusted net present value (APV).
Metode APV pada dasarnya memulai analisis dengan menaksir Base Case NPV dari investasi proyek.
Base Case NPV adalah NPV pada saat diasumsikan investasi proyek biaya dengan 100% modal sendiri.
Setelah itu baru dihitung apa dampak dari keputusan pendanaan.
Keputusan pendanaan dapat memberikan dampak yang positif, ataupun negatif. APV adalah penjumlahan antara Base Case NPV dengan dampak keputusan pendanaan.
Dan bila Anda ingin membuat rencana budget investasi proyek, memonitor realisasi dan rencana, serta membuat laporan proyek, saya membuat template Excel sederhana yang mudah digunakan dan power.
Informasi lengkapnya, langsung saja ke: Accounting Tools & SOP Keuangan.
Demikian yang dapat saya sajikan tentang penilaian keputusan investasi dan keputusan pendanaan.
Semoga bermanfaat. Terima kasih.

0 komentar:

Posting Komentar