Sebelum kita pelajari lebih lanjut
tentang konsep Accretion dalam Pengakuan pendapatan perlu kita pelajari
pula apa saja yang terkait dengan konsep tersebut sehubungan dengan
pengakuan pendapatan.
Persediaan
Beberapa pendapatan tentang pengertian persediaan dikemukakan oleh para ahli seperti Smith dan Skousen (1991:326) bahwa:
“Istilah persediaan menunjukkan
barang-barang yang dimiliki untuk dijual dalam kegiatan normal
perusahaan serta untuk perusahaan manufaktur, barang-barang yang sedang
diproduksi atau akan dimasukkan ke dalam proses produksi”
Hendriksen mengemukakan bahwa persediaan (1991:2) adalah:
“Istilah dari persediaan di dalam
barang-barang dagangan, yang dibedakan untuk dijual dalam usaha dan
untuk diproses dalam produksi untuk dijual kembali.”
Standart Akuntansi Keuangan 1994 dinyatakan :
“Persediaan meliputi barang yang dibeli
dan disimpan untuk dijual kembali misalnya barang dagangan dibeli
pengecer untuk dijual kembali, atau pengadaan tanah dan properti lainnya
untuk dijual kembali. Persediaan juga mencakupi barang jadi yang telah
diproduksi atau barang dalam penyelesaian yang sedang diproduksi
perusahaan, dan termasuk bahan serta perlengkapan yang akan digunakan
dalam proses produksi. Bagi perusahaan jasa persediaan meliputi biaya
jasa seperti diuraikan dalam paragraf 16, dimana pendapatan yang
bersangkutan belum diakui perusahaan (lihat pernyataan SAK No. 23
tentang pendapatan)”
Jadi dapat disimpulkan bahwa persediaan
adalah suatu asset yang dimiliki pada saat tertentu dengan tujuan dijual
kembali secara langsung atau melalui proses produksi dulu.
Tujuan pengukuran persediaan adalah upaya untuk membandingkan (matching) biaya-biaya (cost) dengan pendapatan yang nantinya menghasilkan pendapatan bersih (net income). Penentuan perhitungan net income ini berdasarkan pada pendapatan pada saat penjualan, perlu adanya alokasi biaya pada saat net income
tersebut dilaporkan pada periode tertentu. Dalam hal ini persediaan
yang belum terjual akan menjadi persediaan periode yang akan datang.
Mengenai perbandingan atau penandingan (matching concepts), Hendriksen menyatakan :
“Penandingan (matching) yang lebih relevan dianggap akan diperoleh dengan melaporkan sebagian beban yang akan dipakai dalam proses memperoleh pendapatan. Penandingan harga pemasukan berlaku dengan harga keluaran (pendapatan) ini dianggap lebih relevan sebagai pengukuran efisiensi operasi dan sebagai dasar-dasar yang lebih baik untuk meramalkan akibat transaksi yang akan datang.”
Sehubungan dengan tujuan pengukuran pendapatan. Hendriksen mengemukakan sebagai berikut :
- Penilaian sebagai suatu metode pengukuran laba.
- Penilaian sebagai langkah dalam proses penandingan (matching).
- Penilaian sebagai suatu ukuran pertambahan nilai (accretion)
Dasar-Dasar Penilaian Persediaan
Setelah membahas mengenai tujuan
pengukuran persediaan, maka peneliti akan membahas dasar penilaian
persediaan. Untuk dapat menilai beberapa nilai persediaan perusahaan,
maka harus diketahui :
(a) Penentuan Kuantitas Persediaan
Penentuan kuantitas persediaan dalam
sistem pencatatannya terdapat dua alternatif yang sesuai dengan sifat
dan kondisi koperasi yaitu pencatatan dengan metode physical dan
pencatatan dengan metode perpectual.
(b) Penentuan Harga Persediaan
Mengenai penentuan harga ini digunakan
untuk keperluan penilaian persediaan, beberapa ahli mengemukakan
pendapatnya seperti kutipan berikut ini :
“Nilai-nilai keluaran (output value)
bisa juga relevan untuk memungkinkan interprestasi pengukuran inventory
sebagai nilai bagi perusahaan, khususnya dalam keadaan dimana
perusahaan dapat menjual seluruh persediaan tanpa merubah harganya (ini
berarti bahwa permintaan akan produk perusahaan adalah elastis). Akan
tetapi apabila harga jual atau nilai konversi (convertion value) lainnya sangat tidak pasti, pengukuran berdasarkan cost atau nilai masukan (input value)
lainnya akan memungkinkan interprestasi yang lebih baik mengenai
penilaian inventory dan juga akan memberikan informasi yang lebih baik
untuk prediksi kebutuhan kas dikemudian hari untuk memperoleh
inventory.”
Bila ditarik kesimpulan maka output value
relevan dalam penafsiran pengukuran persediaan akan dapat mewakili
nilai bagi koperasi, khususnya dalam kondisi di saat koperasi dapat
menjual persediaan tanpa merubah harga, yang berarti koperasi akan
menjual persediaannya walaupun koperasi tersebut akan mendapat laba yang
kecil asalkan koperasi tidak mengalami kerugian.
Sedangkan input value merupakan resources
yang dipakai dalam memperoleh inventory dalam kondisi dan lokasi
seperti sekarang. Kalau inventory hanya dan tidak diolah lebih lanjut
maka interprestasi mengenai input value ini sangat jelas, karena input value disini tidak lain daripada kas yang telah dikeluarkan.
Akan tetapi apabila harus diproduksi melalui suatu kegiatan pabrikasi, maka input value merupakan penjumlahan dari semua nilai resources lainnya yang dibebankan pada produksi. Meskipun input value biasanya dinyatakan dalam historical cost, input value ini juga dapat dinyatakan dalam current cost atau standart cost. Current cost sering dapat ditaksir dengan menggunakan net realizable value dan mengurangi dari net realizeble value tersebut.
Tuanakotta (2000) memberikan pendapat yang sama, yaitu Net realizabel value dikurangi normal mark up juga disarankan sebagai ukuran net value dari inventory bagi perusahaan .
Menurut Belkaoui (2000:129) penentuan harga dapat menggunakan harga keluaran berjalan (current output price) :
“Penafsiran harga keluaran berjalan.
Harga keluaran berjalan mencerminkan jumlah uang kas untuk suatu aktiva
yang mungkin dijual atau untuk suatu utang yang mungkin didanai kembali.
Harga keluaran berjalan pada umumnya disepakati sepadan dengan (1)
harga jual dalam keadaan likuidasi yang biasa (bukan likuidasi terpaksa)
dan (2) harga jual pada waktu pengukuran. Apabila menyangkut
harga-harga jual mendatang disesuaikan, maka sebaiknya digunakan nilai
keluar yang diharapkan atau nilai netto yang dapat direalisir. Secara
lebih spesifik, nilai keluar yang diharapkan atau nilai netto yang dapat
direalisasi adalah jumlah uang kas untuk suatu aktiva yang diperkirakan
bisa dijual atau suatu utang yang diharapkan bisa didanai kembali. Jadi
nilai keluar yang diharapkan atau nilai netto yang dapat direalisasi
mengacu pada harga penjualan berjalan, dimana harga keluar berjalan
mengacu pada harga penjualan berharga dalam kondisi likuidasi biasa.
Menurut pendekatan harga keluaran berjalan semua aktiva dan utang
revaluasi pada nilai netto yang dapat direalisasi. Nilai netto yang
dapat direalisasi pada umumnya dapat diperoleh dari harga pasar yang
berlaku yang disesuaikan untuk memperhitungkan taksiran biaya penjualan
dan oleh karena sepadan dengan harga pasar permintaan, ada dua
alternatif yang dapat dipertimbangkan : (1) penggunaan indeks harga
penjualan spesifik yang dihitung baik oleh sumber eksternal ataupun
secara internal oleh perusahaan itu, dan penggunaan taksiran oleh
eksternal atau oleh manajemen.”
Dalam menentukan persediaan pada umumnya ada empat metode yang dapat dipakai sebagai dasar penilaian , yaitu :
(1) Metode Harga Perolehan
Metode ini merupakan dasar penilaian yang paling mudah dilakukan. Dihitung dan dibuktikan.
Harnanto (1992:237) menjelaskan mengenai harga perolehan sebagai berikut :
“Harga pokok di dalam akuntansi diartikan
sebagai harga yang dibayar atau pengorbanan-pengorbanan yang terjadi
untuk mendapatkan suatu aktiva. Dalam hal persediaan, maka harga pokok
tersebut meliputi jumlah seluruh pengeluaran yang terjadi atau
hutang-hutang yang timbul baik secara langsung ataupun secara tidak
langsung untuk memperoleh barang-barang itu sampai di tempat dalam
keadaan siap untuk dijual atau dipakai.”
Berdasarkan uraian di atas dimaksudkan
bahwa walaupun dalam penentuan nilai persediaan berdasarkan harga
perolehan tampaknya mudah, tetapi dalam kenyataan merupakan hal yang
rumit. Pemakaian harga perolehan tidak menimbulkan masalah apabila
jumlah atau harga tetap konstan. Pada kenyataan, perusahaan melakukan
pembelian bahan baku beberapa kali dalam waktu yang berbeda-beda dengan
harga perolehan yang berbeda pula. Hal ini menimbulkan masalah untuk
penentuan harga bagi persediaan. Untuk mengatasi hal tersebut, maka
diasumsikan adanya aliran harga perolehan dapat digunakan dengan metode
FIFO, LIFO, dan average dengan dasar penilaian persediaan harus dilaksanakan secara konsisten.
(2) Metode Harga pasar yang Paling Rendah antara Harga Pokok dengan Harga Pasar
Metode ini merupakan alternatif bila manfaat dari persediaan tidak lagi sesuai dengan cost-nya,
maka suatu penyimpangan dari suatu penilaian persediaan berdasarkan
arus biaya yang dapat diterapkan. Dalam hal ini penurunan manfaat dapat
disebabkan oleh kerusakan, perubahan tingkat harga atau sebab lainnya
dalam transaksi penjualan.
(3) Metode Estime/Harga Taksiran
Metode ini diterapkan bila harga jual
menurut harga perolehan persediaan atau harga jualnya tidak mungkin
dipastikan secara tepat. Misalnya persediaan tersebut terbakar atau
terjadi bencana lainnya juga digunakan dimana persediaan perlu diproses
lebih lanjut.
(4) Metode Harga Jual
Apabila harga jual dipakai sebagai dasar
penilaian, maka taksiran hanya yang diperlukan untuk menjual dan
transportasinya, dan taksiran laba yang normal yang diharapkan harus
dikurangkan dari harga jual dengan taksiran biaya penjualan, karena :
(a) Sulit diukur harga pokoknya
(b) Dapat dijual pada tingkat pertumbuhan
(c) Karena sifatnya yang selalu tumbuh dan berkembang.
Pendapatan (Revenue)
Pada dasarnya konsep pendapatan sulit
untuk didefinisikan, hal ini disebabkan karena pendapatan sering
dikaitkan dengan prosedur akuntansi tertentu, jenis-jenis perubahan
nilai tertentu dan kaidah-kaidah yang implisit mengenai kapan pendapatan
harus dilaporkan. Karena itu, tinjauan akan konsep pendapatan dari
aspek akuntansi meliputi pengertian pendapatan, penetapan waktu
pelaporan. Untuk membahas pokok-pokok tersebut, terlebih dahulu ditinjau
beberapa konsep pendapatan untuk mengetahui relevansi dan
keterkaitannya dengan bahasan selanjutnya.
Berhubungan dengan definisi pendapatan, Suwardjono (2005:133) berpendapat sebagai berikut :
“…….pendapatan biasanya dipandang sebagai
pendapatan netto yaitu kelebihan aliran sumber ekonomi yang masuk di
atas aliran potensial jasa yang keluar dari kesatuan usaha dalam bentuk
biaya-biaya yang dapat dibebankan. Bila aliran masuk lebih kecil
daripada keluar maka akan terjadi rugi. Secara umum konsepsi tentang
pendapatan sebagai kenaikan aktiva kotor lebih berarti dan bermanfaat
dibandingkan dengan konsepsi netto (dipandang dari segi pemilik), khusus
untuk tujuan-tujuan pengelolaan dan perencanaan perusahaan (managerial purpose)”.
Sedangkan menurut Belkaoui (2000: 87) mendefinisikan pendapatan sebagai berikut :
“Pendapatan berasal dari penjualan barang
dan jasa dan diukur oleh beban yang ditanggung langganan, klien, atau
penyewa atas barang dan jasa yang diserahkan kepada mereka. Pendapatan
meliputi juga keuntungan dari penjualan atau pertukaran kekayaan atau
aktiva (selain persediaan barang dagangan), bunga dan deviden yang
diperoleh atas investasi, dan kenaikan lain dalam hak milik, kecuali
kenaikan hak milik yang berasal dari kontribusi modal dan penyesuaian
modal.”
Dari beberapa pendapat, pada pokoknya
pendapatan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan yang berasal
dari kegiatan utama perusahaan dan pendapatan yang berasal dari adanya
pertumbuhan alamiah.
Metode Pengukuran Pendapatan
Cara yang paling baik untuk pengukuran
pendapatan adalah dengan nilai tukar barang dan jasa. Menurut Haryono
(1999: 127), pengukuran menitik beratkan pada harga pasar. Dimana harga
pertukaran ditentukan melalui kesepakatan yang dicapai masing-masing
pihak yang bersangkutan. Dengan demikian obyektivitas pengukuran lebih
bisa dijamin, kecuali pada transaksi yang terjadi diantara pihak-pihak
yang mempunyai hubungan istimewa.
Dua pendekatan yang dipakai dalam pengukuran pendapatan, yaitu :
a) Pendekatan Aktivitas
Pendapatan ini lebih berorientasi pada nilai tambah (value added)
dalam arti ekonomis. Penekanan utama dari pendekatan ini adalah
deskripsi kegiatan dan bukan pada pelaporan transaksi. Dengan demikian
setiap penggantian tahap kegiatan perusahaan maka pendapatan juga akan
berubah, mulai dari pendirian perusahaan melalui pengadaan fasilitas
produksi dan faktor produksi lainnya.sampai proses penjualan dan bahkan
sampai penagihan piutang.
Pada dasarnya dalam penerapan, pendekatan
ini merupakan kelanjutan dari pendekatan atas dasar transaksi, karena
pendekatan ini pendapatan dapat diklasifikasikan sesuai dengan jenis
operasi di dalam perusahaan, misalnya pendapatan dari produksi dan
penjualan produk, pendapatan yang berasal dari pembelian dan penjualan
surat berharga.
b) Pendekatan Transaksi
Dalam pendekatan transaksi, perubahan atas assets dan liabilities
hanya dicatat karena akibat dari transaksi, baik transaksi intern
maupun ekstern. Transaksi ekstern timbul karena adanya hubungan
perusahaan dengan pihak luar perusahaan serta transfer aktiva (assets) atau hutang (liabilities) kepada atau dari perusahaan lain. Transaksi ekstern bersifat eksplisit karena didasarkan atas bukti obyektif dari pihak ekstern.
Sedangkan transaksi intern, timbul karena
adanya pengalokasian atau pemakaian aktiva dalam suatu perusahaan.
Berlawanan dengan transaksi intern sifatnya implisit karena didasarkan
bukti-bukti dari dalam perusahaan dan lemah dari segi obyektifitas.
Pengukuran dengan pendekatan ini bertumpu
pada realisasi, yaitu pada saat terjadinya transaksi penjualan. Oleh
karena itu prosedur umum dalam pendekatan ini adalah mencatat semua
pendapatan dan biaya yang timbul dari transaksi intern.
Penetapan Waktu Pelaporan Pendapatan
Pendapatan harus menunjukkan sesuatu yang
dapat diukur dan bukan hanya sekedar pengetahuan bahwa pertambahan
nilai sudah terjadi. Pertambahan nilai merupakan suatu proses terus
menerus yang terjadi selama proses produksi sampai barang tersebut
dijual, sedangkan cara yang sering dipakai dalam pengukuran pendapatan
adalah pendekatan atas dasar himpun dan kejadian krisis.
a) Atas Dasar Himpun
Pendapat ini menyatakan bahwa pendapatan
boleh dilaporkan selama produksi (pendapatan dihitung secara
proporsional dengan tugas yang dikerjakan atau jasa yang dikeluarkan).
Pada akhir produksi, pada saat penjualan barang atau pada saat
pengumpulan hasil penjualan.
b) Atas Dasar Kejadian Krisis
Menurut pendekatan ini, waktu pengakuan
pendapatan yang paling tepat adalah pada saat keputusan yang paling
kritis diambil, atau pada saat tugas yang paling sulit dilaksanakan.
Misalnya pada saat penjualan, pada saat terselesainya produksi dan pada
saat penerimaan pembayaran setelah penjualan.
Pertumbuhan Alamiah Accretion
Pertumbuhan atau accretion
merupakan salah satu metode pengakuan pendapatan. Pertumbuhan itu
sendiri adalah pertambahan nilai yang merupakan suatu proses terus
menerus yang terjadi selama proses produksi secara alamiah lainnya,
sebagai contoh adalah usaha perkebunan, peternakan, dan proses penuaan
atau aging process.
Berhubungan dengan pengertian pertumbuhan (accretion) beberapa ahli mengemukakan pendapatnya, Hendriksen (1995:171) mendefinisikannya sebagai berikut :
“Yang berkaitan dengan pelaporan
pendapatan selama produksi adalah pengakuan kenaikan nilai yang timbul
dari pertumbuhan alami atau proses pertambahan umur. Pertumbuhan alami
atau penuaan ini sepanjang waktu hanyalah bagian proses produksi,
ditinjau dari pandangan ilmu ekonomi, sebagai proses perubahan bentuk
barang. Oleh sebab itu, dalam pengertian ekonomi pertumbuhan menimbulkan
pendapatan, contohnya antara lain pertumbuhan kayu, pembibitan ternak,
peternakan dan penyimpanan minuman keras dan anggur dalam waktu lama.”
Sedangkan menurut Suwardjono (2005:195), pertumbuhan adalah sebagai berikut :
“Sangat erat hubungannya dengan masalah
pengakuan pendapatan sebagai fungsi kegiatan atau kemajuan produksi
adalah masalah pertambahan nilai akibat pertumbuhan fisik atau proses
alamiah lainnya. Pertambahan nilai ini disebut dengan akresi (accretion).”
Menurut Tuanakotta (1985:160-161), pengertian accretion adalah sebagai berikut:
“Accretion ini adalah pelaporan revenue
dalam masa produksi dengan cara mengakui kenaikan nilai karena
pertumbuhan alamiah atau karena pertambahan umur. Pertumbuhan alamiah
atau pertambahan umur ini mengenai accretion ini dapat dilihat pada peternakan, kehutanan, dan bertambahnya nilai karena proses penuaan (aging Process) daripada anggur.”
Dari definisi dan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan alamiah (accretion) adalah bagian dari konsep pengakuan pendapatan. Dalam accretion, perubahan aktiva netto tercermin dari kenaikan nilai aktiva tersebut sebagai akibat dari proses pertumbuhan secara alamiah.
Sifat-Sifat Pertumbuhan Alamiah
Sifat dari pertumbuhan alamiah tidak
lepas dari sifat-sifat pendapatan serta pendekatan tentang pendapatan
seperti telah dijelaskan di atas. Tuanakotta memberikan pendapat sebagai
berikut :
“Pada dasarnya ada dua pendekatan terhadap konsep revenue yang dapat ditemukan dalam literatur akuntansi. Pertama, pendekatan yang memusatkan perhatian kepada arus masuk (inflow)
daripada assets yang ditimbulkan oleh kegiatan operasional perusahaan.
Yang kedua memusatkan perhatian kepada penciptaan barang dan jasa oleh
perusahaan dan transfer barang dan jasa tersebut kepada konsumen atau
produsen.”
Kemudian Tuanakotta (1985:161) juga menjelaskan sebagai berikut :
“ …… namun dalam definisi-definisi tersebut tersirat bahwa produk tersebut harus meninggalkan perusahaan (jadi merupakan outflow concept.) Committee on Accounting Concepts and Standarts
dari AAA misalnya memberikan definisi: “pendapatan adalah pernyataan
sumber moneter mengenai barang dan jasa yang ditransfer perusahaan
kepada langganan-langganannya dalam suatu jangka waktu tertentu.”
Dari uraian tersebut pendapatan dari
pertumbuhan hanya dapat diakui melalui proses penilaian persediaan
secara komperatif atau persediaan dinyatakan berdasarkan biaya perolehan
atau nilai realisasi bersih yang lebih rendah untuk kepentingan
pelaporan pendapatan pada waktu tertentu, karena nilai dari persediaan
dapat mencerminkan pendapatan yang dikandungnya. Keadaan ini
memungkinkan perspektif yang lebih luas bagi proses pengukuran dan
penetapan pendapatan, sedangkan bila pertumbuhan diterapkan dengan
pendekatan inflow, maka tidak memungkinkan perspektif yang
lebih luas bagi proses pengukuran dan saat pelaporannya. Pada umumnya
aktiva akan bertambah dan kewajiban akan berkurang pada waktu penjualan
atau penyerahan barang dan jasa. Pendekatan arus masuk juga mengharuskan
pernyataan yang teliti mengenai arus mana yang boleh dianggap sebagai
pendapatan. Jika pendapatan dirumuskan dengan cara ini maka ada
pengecualian, seperti pendapatan dilaporkan sebelum penjualan dan
sebelum arus masuk aktiva benar-benar terjadi.
Hal ini kurang sesuai diterapkan dalam
pengakuan pendapatan pertumbuhan. Dari penjelasan di atas definisi
pendapatan sebagai produk lebih unggul dibandingkan dengan konsep outflow.
Kriteria-Kriteria Pertumbuhan
Berhubungan dengan kriteria yang harus
dipenuhi untuk penerapan pengakuan pendapatan pertumbuhan ini,
Hendriksen (1990: 176) mengemukakan sebagai berikut :
“Kriteria yang penting adalah kepastian
harga jual itu tambahan biaya yang diperlukan untuk memungkinkan
pertumbuhan optimum dan persiapan penjualan. Jika pasar yang pantas
tidak terjamin, atau jika tambahan tidak pasti, maka pelaporan
pendapatan dari pertumbuhan sangat tidak tepat.”
Jadi kriteria yang paling penting untuk
diterapkannya konsep pertumbuhan adalah adanya kepastian tentang harga
jual akhir dari produk dan biaya-biaya tambahan lainnya yang dari produk
dan biaya-biaya tambahan lainnya yang dibutuhkan untuk memungkinkan
pertumbuhan yang optimal dan persiapan-persiapan untuk melakukan
penjualan.
Pengukuran Pendapatan dari Pertumbuhan Alamiah
Untuk menentukan pendapatan dari accretion maka dipakai perhitungan net realizable value. Akuntansi net realizable value menurut Belkaoui (1993) adalah sebagai berikut :
Akuntansi nilai netto yang dapat direalisasikan disesuaikan tingkat harga umum pada dasarnya bercirikan :
a) Mempergunakan nilai netto yang dapat direalisasikan sebagai sifat elemen laporan keuangan.
b) Mempergunakan suatu daya beli umum sebagai satuan ukuran.
c) Meninggalkan prinsip realisasi.
d) Memisahkan laba usaha keuntungan dan kerugian pemilik senyatanya, dan
e) Memisahkan kerugian dan keuntungan pemilikan yang sungguh-sungguh terealisasi dan belum terealisasi.”
Biaya Produksi
Pengertian Biaya Produksi
Sebelum membahas biaya produksi, maka
dipandang perlu membahas pengertian biaya secara umum. Istilah biaya
seringkali dianggap sama dengan ongkos dan diartikan sebagai biaya yang
telah selesai masa berlakunya. Biaya diukur menurut perbandingan dengan
pengeluaran barang atau jasa yang diperhitungkan terhadap penghasilan
untuk menentukan pendapatan.
Dari uraian di atas dapat ditarik suatu
kesimpulan pengorbanan yang dapat dianggap sebagai biaya, apabila
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a) Merupakan keharusan, yang berarti pengorbanan itu tidak terelakkan.
b) Dapat diduga sebelumnya.
c) Dapat dihitung atau ditetapkan besarnya secara kuantitatif.
Berdasarkan uraian di atas, maka adanya
pemborosan, kecurian, kekeliruan, dan lain-lain yang tidak memenuhi
syarat di atas tidak dimasukkan sebagai biaya. Untuk selanjutnya akan
dibahas pengertian tentang biaya produksi, yang dimaksud biaya produksi
menurut Mulyadi (1991:14) adalah :
“Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk siap untuk dijual.”
Unsur-Unsur Biaya Produksi
Unsur-unsur biaya produksi menurut Matz dan Usry (1994:37) adalah sebagai berikut :
a) Bahan langsung (direct material)
adalah semua bahan yang membentuk bagian integral dari barang jadi dan
yang dapat dimasukkan langsung dalam kalkulasi biaya produk.
b) Pekerja atau tenaga kerja langsung (direct labour)
adalah karyawan yang dikerahkan untuk merubah barang langsung menjadi
barang jadi. Biaya ini meliputi gaji para karyawan yang dapat dibebankan
kepada produk tertentu.
c) Overhead pabrik (faktor overhead)
yang disebut overhead pabrikasi atau beban pabrik dapat didefinisikan
sebagai biaya dari beban tidak langsung dan semua biaya pabrikasi
lainnya yang tidak dibebankan langsung ke pabrik.
d) Bahan tidak langsung (indirect material)
adalah bahan-bahan yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu produk,
tetapi pemakaiannya kecil atau sedemikian rumit sehingga tidak dapat
dianggap sebagai bahan langsung.
Dari keempat unsur biaya produksi di atas, maka biaya bahan baku dan tenaga kerja biasa disebut prime cost, sedangkan biaya tenaga kerja tidak langsung overhead pabrik disebut biaya konversi.
Setelah mempelajari teori diatas maka penelitian dapat menyimpulkan bahwa biaya-biaya yang dimaksud disini adalah nilai input (input value)
yang dikeluarkan selama proses pemeliharaan/pengembangan oleh Koperasi
dibagi ke dalam beberapa bagian. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan
diatas, bahwa biaya yang dikeluarkan tersebut akan selalu melekat dalam
proses pertumbuhan, hal penting yang perlu diperhatikan adalah kejadian
yang mendukung konsep accretion, perlu diperhatikan pendapat yang mengatakan bahwa tidak ada ketentuan yang melarang untuk melaporkan taksiran accretion, asal tidak mengaburkan cost (harga perolehan) yang benar-benar terjadi.
Pokok pikiran yang dikemukakan tersebut akan menambah pedoman atau dasar untuk menerapkan konsep accretion pada pengembangan lebah. Atas dasar teori di atas maka penerapan accretion
untuk mengakui adanya pendapatan karena pertumbuhan alamiah pada
pengembangan lebah dapat dilakukan. Kejadian yang mendukung dilakukannya
penilaian persediaan berdasarkan accretion adalah waktu
pengembangan lebah yang satu dengan waktu pengembangan lebah pada
periode berikutnya. Terutama adanya peningkatan nilai karena pertumbuhan
secara alamiah, jadi pengukuran laba bersih diasumsikan menunjukkan
kelebihan pendapatan yang dilaporkan selama satu periode atas biaya yang
berkaitan dan dilaporkan selama periode yang sama.
Pentingnya penilaian dalam konsep accretion
ini karena penekanannya diletakkan pada pengakuan dan pencatatan
perubahan nilai yang didukung dengan bukti terbaik dari nilai keluaran
akhir persediaan atau kas yang akhirnya diterima. Untuk dapat mendekati
nilai keluaran atas persediaan dalam konsep accretion, maka dianjurkan memakai pendekatan nilai bersih yang dapat direalisasi (Net Realizable Value/NVR). Pendekatan tersebut seperti telah dikemukakan oleh Hendriksen maupun Tanakotta.
Dalam perhitungan ini maka menghitung pendapatan karena pertumbuhan alamiah atau accretion dilakukan dengan membandingkan Net Realizable Value
dengan nilai persediaan sebelumnya. Pemakaian konsep nilai bersih yang
dapat direalisasi dalam pengukuran nilai persediaan bukan merupakan
penyimpangan dari prosedur penilaian yang lazim. Hal tersebut lebih
merupakan upaya guna memenuhi tujuan pokok akuntansi yaitu mendekatkan
nilai persediaan pada nilai output yang wajar.
Selanjutnya pengakuan pendapatan berdasarkan pertumbuhan alamiah/acceretion
dapat ditentukan dengan membandingkan nilai-nilai persediaan dari
periode ke periode. Sedangkan perhitungan untuk menentukan pendapatan
atau laba dari pertumbuhan dapat dipakai seperti yang disebutkan dalam
Bab I. Sehubungan dengan penentuan waktu pengembangan maka untuk
penilaian pendapatan dengan pertumbuhan alamiah/accretion harus
memperhatikan prinsip konservatif. Dalam hal demikian perusahaan dapat
mengukur nilai persediaan dengan mengurangkan Normal Mark-Up dari nilai bersih yang dapat direalisasi (Net Realizable Value).
Nilai tersebut merupakan input value dari persediaan, sedangkan nilai
bersih yang direalisasi merupakan nilai keluaran atau output value.
Penilaian persediaan berdasarkan nilai
bersih yang dapat direalisasi (NRV) akan memungkinkan adanya
probabilitas pendapatan pada tingkat-tingkat tertentu, dan merupakan
suatu usaha perbaikan atas laporan dengan jumlah nilai tunggal terhadap
persediaan. Dalam hal ini pemeliharaan/pengembangan lebah persediaan
yang dimaksud adalah lebah madu yang siap diproduksi. Dalam hal ini
penilaian terseburt dapat dijadikan pertimbangan untuk menentukan saat
pengembangan yang tepat untuk periode berikutnya.
Beberapa hal penting untuk memperhatikan dalam penerapan konsep accretion adalah pelaksanaan penilaian bertujuan untuk mengukur setiap kenaikan dari aktiva khusus. Penerapan konsep accretion bukanlah untuk menyajikan nilai koperasi secara keseluruhan. Dengan demikian penerapan konsep accretion
bukan untuk penyajian laporan keuangan koperasi atau untuk pertimbangan
bagi penanam modal serta kelompok lain, tetapi lebih ditekankan untuk
kepentingan koperasi dalam menentukan waktu pemeliharaan/pengembangan
lebah yang lebih menguntungkan.
Pada Koperasi Madu Karya Wonosalam
Jombang proses pemeliharaan yang terjadi mulai periode masa pengembangan
bulan Januari sampai dengan bulan Maret akan menimbulkan biaya tambahan
berkenaan dengan pengembangan lebah. Dalam menentukan biaya persediaan
pada masa pengembangan lebah berikutnya, harus diantisipasikan dari
nilai (harga) keluaran berjalan/current output price. Prosedur penilaian tersebut dikenal dengan nilai bersih yang dapat direalisasi dari persediaan.
Kebijaksanaan waktu
pemeliharaan/perkembangan patut dipertimbangkan. Hal ini dikarenakan
adanya harapan dapat diperolehnya hasil pengembangan koloni lebah yang
lebih banyak dan dengan mutu yang lebih baik dibanding dengan
pengembangan yang sebelumnya. Keuntungan yang diharapkan dari hasil
seperti itu adalah naiknya nilai jual dan makin bertambahnya jumlah
hasil madu yang siap untuk dijual.
Sebelum melangkah pada penganalisaan
kenaikan nilai dengan biaya-biaya yang terjadi pada proses pemeliharaan,
agar tidak dapat terjadi hal yang menyesatkan, maka hal yang perlu
diperhatikan :
- Dalam proses pengembangan terdapat kemungkinan pilihan dalam menetapkan waktu pengembangan itu.
- Dengan semakin dipilihnya bibit yang baik proses pemeliharaan akan berakibat semakin meningkatnya kuantitas produk tersebut.