Peraturan-peraturan
yang menjadi landasan operasional bank syariah dismapiong UU Perbankan
Syariah dan UU perbankan setta UU lainnya, juga beberapa peraturan yang
yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia, antara lain adalah sebagai
berikut: (a)Peraturan-peraturan
yang berkaitan dengan kelembagaan bank syariah, yang meliputi:
pendirian, kepemilikan, kepengurusan, kegiatan usaha serta produk-produk
bank syariah, yaitu: Peraturan Bank Indonesia No. 6/24/PBI/2004 tentang
Bank Umum yang melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
Peraturan Bank Indonesia No. 6/17/PBI/2004 tentang Bank Perkreditan
rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah. Peraturan Bank Indonesia No.
7/46/PBI/2005 tentang tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi
Bank yang Melaksanakan Kegiatan Berdasarkan Prinsip Syariah. Dan
Peraturan Bank Indonesia No. 4/1/PBI/2002 tentang Perubahan Kegiatan
Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum Syariah dan Pembukaan
Kantor Bank Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank umum Konvensional. (b)Peraturan-peraturan
yang berkenaan pelaksanaan prinsip kehati-hatian dan kesehatan bank
syariah, antara lain: Peraturan Bank Indonesia No. 5/23/PBI/2003 tentang
Penerapan Prinsip Mengenai Nasabah (Know Your Customer Principles). Peraturan
Bank Indonesia No. 5/9/PBI/2003 tentang Penyisihan Aktiva Produktif
bagi Bank Syariah. Peraturan Bank Indonesia No. 9/1/PBI/2007 tentang
sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip
Syariah. Peraturan Bank Indonesia No. 9/9/PBI/2007 tentang Perubahan
Peraturan Bank Indonesia No.8/21/PBI/2006, tentang Penialaian Kualitas
Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip
Syariah.
Peraturan
lain yang diterbitkan lembaga lain sebagai pendukung operasional bank
syariah misalnya ketentuan-ketentuan lain dalam bentuk fatwa yang
dikeluarkan oleh lembaga terkait seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI)
dan Dewan Syariah Nasional (DSN). Bank syariah sebagaimana halnya bank konvensional salah satu tujuannya ialah mencari keuntungan (profit oriented) sebagai lembaga intermediasi keuangan (intermediary finansial institution),
yang fungsi utamanya memobilisasi dana dan mendistribusikan kembali
dana tersebut dari dan kepada masyarakat. Bank syariah adalah lembaga
keuangan yang berfungsi memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil
melalui aktivitas kegiatan usaha (investasi atau jual beli atau lainya)
berdasarkan prinsip syariah.
Pada
dasarnya aktifitas bank syariah tidak jauh berbeda dengan aktifitas
bank konvensional. Perbedaanya terletak pada konsep dasar operasionalnya
yang berlandaskan pada syariah. Dalam pasal 1 angka 13 UU Perbankan
didefinisikan sebagai berikut: Prinsip syariah adalah aturan perjanjian
berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan
dana atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang
dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan
prinsip bagi hasil (mudharabah), kegiatan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang diswa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah waitiqna).
Pengertian
prinsip syariah dipertegas dalam pasal 1 angka 12 Undang-undang Nomor
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah didefinisikan sebagai berikut:
Prinsip syariah adalah prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan
berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan
dalam penetapan fatwa di bidang syariah.
Pada
Pasal 1 angka (25) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 yang menyebutkan
bahwa: Pembiayaan adalah penyedian dana atau tagihan yang dipersamakan
dengan itu berupa: (a)Transaksi bagi hasil dalam bentu mudharabah dan
musyarakah; (b)Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli
dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; (c)Transaksi jual beli dalam
bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna; (d)Taransaksi pinjam
meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan (e)Transaksi sewa menyewa jasa
dalam bentuk ijarah dalam bentuk multijasa berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitasi untuk
mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan
ujrah, tanpa imbalan atau bagi hasil.
Prinsip
Syariah menekankan bahwa para pelaku ekonomi untuk selalu menjunjung
etika dan moral hukum dalam kegiatan ekonomi. Realisasi dari konsep
syariah, pada dasarnya sistem ekonomi/perbankan syariah memiliki tiga
ciri yang mendasar yaitu (a)prinsip keadilan, (b)menghindarkan kegiatan
yang dilarang, dan (c)memperhatikan aspek kemanfaatan. (Zainnudn Ali,
2008;20)
Ketiga
ciri sistem perbankan syariah yang demikian, tidak hanya menfokuskan
perhatian pada diri sendiri untuk menghindarkan praktek bunga, tetapi
juga kebutuhan untuk menerapkan prinsip syariah dalam sistem ekonomi
secara seimbang.
Kegiatan
operasional dari bank syariah sendiri terdiri dari kegiatan operasional
di bidang penghimpunan dana dan kegiatan operasional di bidang
penyaluran dana, Fungsi inilah yang lazim disebut sebagai intermedia
keuangan (financial intermediary function). Bentuk kegiatan
tersebut, diatur dalam Pasal 19 ayat 1 UU Perabankan Syariah jo PBI
Nomor 6/24/PBI/2004. Kegiatan usaha bank syariah pada dasarnya tidak
berbeda dengan bank konvensional. Kegiatan usaha tersebut secara garis
besar digolongkan dalam tiga aspek, yaitu penghimpunan dana (funding), aspek penyaluran dana (lending) dan aspek pelayanan jasa-jasa perbankan lainnya (Kasmir, 2004:24)
Ketentuan
yang mengatur lebih tegas tentang prinsip penyaluran dana dalam bentuk
pembiayaan diatur dalam Pasal 1 angka (25) Undang-Undang No. 21 Tahun
2008 yang menyebutkan bahwa: pembiayaan adalah penyedian dana atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa: (a)Transaksi bagi hasil
dalam bentu mudharabah dan musyarakah; (b)Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; (c)Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna; (d)Taransaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh;
dan (e)Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah dalam bentuk
multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah
dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau
diberi fasilitasi untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan atau bagi hasil.
Dalam
hal melakukan penyaluran dana kepada nasabah dalam bentuk pembiayaan,
secara garis besar menggunakan empat kelompok prinsip operasional
syariah, yaitu : (1)Prinsip jual Beli (Bai’ ) Adapun akad-akad yang digunakan dalam penyaluran dana dengan prinsip jual beli (bai’) meliputi: Bai’ al-Murabahah, Bai’ as-salam dan Bai’al-istishna. (2)Prinsip Sewa Menyewa (Ijarah). Prinsip sewa menyewa (Ijarah)
merupakan suatu akad sewa menyewa barang yang terjadi antara pihak bank
dengan pihak nasabah sebagai penyewa, dimana setelah sewa berakhir
barang sewaaan tersebut akan dikembalikan kepada pihak bank. Prinsip
pembiayaan dalam sewa menyewa yang sering digunakan oleh bank-bank
syariah adalah ijarah muntahiyah bit-tamlik (financial lease with purchase option)
karena pertimbangan lebih sederhana dalam sisi pembukuan, bank pun
tidak direpotkan untuk mengurus pemeliharaan aset, baik pada yang harus
dipenuhi dalam pembiayaan ijarah. (Abdul Ghofur Ashori,
2008,55) (3)Prinsip Bagi Hasil, akad-akad yang digunakan dalam prinsip
pembiayaan dengan prinsip bagi hasil meliputi akad musyakah dan akad mudharabah. (4)Prinsip Pinjam Meminjam Penyaluran dana melalui prinsip al-Qard adalah
suatu akad pinjaman kepada nasabah dengan ketntuan bahwa nasabah wajib
mengembalikan dana yang diterimanya kepada bank pada waktu yang telah
disepakati.
Sedangkan menurut pakar Perbankan syariah, Muhammad Syafi’i Antonio, dalam dunia bank syariah lingkup : (1)Prinsip Bagi Hasil (Profit and Loss Sharing) Secara umum dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu : (a)Al-Musyarakah (Partnership, Project Financing Participation) (b)Al-Mudharabah (Trust Financing, Trust Investment); (c)Al-Muzara’ah (Harvest-Yield Profit Sharing) d)Al-Musaqah (Plantation Management Fee Based On Certain Portion Of Yield)
Tetapi prinsip yang paling banyak dipakai adalah al-musyarakah dan al-mudharabah. (1)Prinsip Jual Beli (Sale and Purchase)
Ada tiga jenis jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai
sandaran pokok dalam pembiayaan dalam perbankan syariah dari sekian
banyak jenis jual beli, yaitu: (Antonia M Syafii, 2001:85-101) (a)Al-Murabahah (Deffered Payment Sale); (b)As - Salam (In-front Payment Sale); (c)Al - Istishna’ (Purchase By Order or Manufacture) (2)Prinsip Sewa (Lease) Terbagi dalam dua jenis; (a)Al-Ijarah (Operational Lease); (b)Al-Ijarah Al-Muntahia Bit-Tamlik (Financial Lease with Purchase Option) ; (3)Prinsip Jasa (Fee-Based Services) yaitu pembiayaan dalam bentuk Al- Qardh (Soft and Benevolent Loan)
Bank syariah dalam menjalankan usahanya minimal mempunyai 5 prinsip
operasional yang terdiri yaitu: (1)sistem simpanan, Prinsip Simpanan
Murni merupakan fasilitas yang diberikan oleh Bank syariah untuk
memberikan kesempatan kepada pihak yang kelebihan dana untuk menyimpan
dananya dalam bentuk al Wadiah. Fasilitas al Wadiah bisa
diberikan untuk tujuan keamanan dan pemindahbukuan dan bukan untuk
tujuan investasi guna mendapatkan keuntungan seperti halnya tabungan dan
deposito. Dalam dunia perbankan konvensional al Wadiah disamakan
dengan giro pada bank konvensional; (2)bagi hasil, sistem ini adalah
suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara
penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian
hasil usaha ini dapat terjadi antara Bank dengan penyimpan dana, maupun
antara Bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang
berdasarkan prinsip ini adalah Mudharabah dan Masyarakah. Lebih jauh prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar baik untuk produk pendanaan (tabungan dan deposito) maupun pembiayaan sedangkan musyarakah hanya untuk produk pembiayaan; (3)margin keuntungan, Prinsip
ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, Bank
akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan oleh nasabah atau
mengangkat nasabah sebagai agen Bank dan nasabah dalam kapasitasnya
sebagai agen Bank melakukan pembelian barang atas nama Bank, kemudian
Bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga
beli ditambah keuntungan (margin/mark-up); (4)sewa, Prinsip ini secara garis besar terbagi kepada 2 jenis: (a)Ijarah (sewa murni), seperti halnya bank menyewakan traktor dan alat produk lainnya (operating lease) kepada nasabah. (b)Bai
al takjiri (sewa beli), penyewa (nasabah) mempunyai hak untuk memiliki
barang pada akhir masa sewa (financial lease); (5)fee, Prinsip ini
meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan Bank. Bentuk
produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain al kafalah, al hawalah, al wakalah, al qardh, ar rahn dll.